Analisa
Break event Point (BEP)
Analisa Break Event adalah suatu teknik analisa untuk
mempelajari hubungan antara Biaya Tetap, Biaya Variabel, Keuntungan dan Volume
aktivitas. Masalah Break Event baru akan muncul dalam perusahaan apabila
perusahaan tersebut mempunyai Biaya Variabel dan Biaya Tetap. Suatu perusahaan
dengan volume produksi tertentu dapat menderita kerugian dikarenakan
penghasilan penjualannya hanya mampu menutup biaya variabel dan hanya bisa
menutup sebagian kecil biaya tetap.
Contribution Margi adalah selisih antara penghasilan penjualan dan biaya
variabel, yang merupakan jumlah untuk menutup biaya tetap dan keuntungan.
Perusahaan akan memperoleh keuntungan dari hasil penjualannya apabila
Contribution Marginnya lebih besar dari Biaya Tetap, yang berarti total
penghasilan penjualan lebih besar dari total biaya.
Break Event Point menyatakan volume penjualan dimana total penghasilan tepat
sama besarnya dengan total biaya, sehingga perusahaan tidak memperoleh
keuntungan dan juga tidak menderita kerugian. Contribution margin
Break Event Point ditinjau
dari konsep Contribution Margin menyatakan bahwa volume penjualan dimana Contribution
Margin tepat sama besarnya dengan total Biaya Tetapnya.
Asumsi Break Event
Point
Asumsi dasar dalam analisa
breakevent, antara lain :
a.Biaya dapat
diklasifikasikan kedalam komponen biaya variabel dan biaya tetap.
b.Total biaya variabel
berubah secara proporsional dengan volume produksi atau penjualan, sedangkan
total biaya variabel per unit tetap konstan.
c.Total biaya tetap tidak
mengalami perubahan, meskipun ada perubahan volume produksi atau penjualan,
sedangkan biaya tetap per unit akan berubah karena adanya perubahan volume
kegiatan.
d.Harga jual per unit
tidak akan berubah selama periode melakukan analisa.
e.Perusahaan hanya membuat
dan menjual satu jenis produk. Jika membuat dan menjual lebih dari satu jenis
produk, maka perbandingan penghasilan
f.Penjualan antara
masing-masing produk (disebut sebagai Sales Mix) akan tetap konstan.
g.Kapasitas produksi
pabrik relatif konstan.
h.Harga faktor produksi
relatif konstan.
i.Efisiensi produksi tidak
berubah.
j.Perubahan pada
persediaan awal dan akhir jumlahnya tidak berarti.
k.Volume merupakan faktor
satu-satunya yang mempengaruhi biaya.
Asumsi dan Keterbatasan
Analisis BEP
Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa satu kelemahan analisis BEP adalah karena
banyaknya asumsi yang mendasari analisis ini. Akan tetapi, asumsi-asumsi ini
memang harus dilakukan jika kita mau analisis ini dapat dilakukan secara tepat.
Kemudian dengan asumsi-asumsi ini, analisis BEP dapat dilakukan secara cepat
dan akurat. Hanya sajaasumsi-asumsi yang dilakukan terkadang terlalu memaksa
dan pertanggungjawabannya sering diambangkan. Oleh karena itu para
manager menganggap bahwa asumsi
ini harus tetap dilakukan dan ini merupakan salah satu keterbatasan analisis
BEP bila kita maumenggunakannya.Adapun asumsi-asumsi dan keterbatasan analisis
BEP adalah sebagai berikut :
1. Biaya dalam analis BEP,
Hanya digunakan dua macam biaya, yaitu fixed
cost dan variablecost. Oleh karena itu, kita harus memisahkan dulu
komponen antara biaya tetap dan biaya variabel. Artinya mengelempokkan biaya
tetap disatu sisi dan biaya variabeldisisi lain. Dalam hal ini secara umum
untuk memisahkan kedua biaya ini relatif sulit karena ada biaya yang tergolong
semi variabel dan tetap. Untuk memisahkan biaya ini dapat dilakukan melalui dua
pendekatan sebagai berikut :
a.pendekatan analitis, yaitu
kita harus meneliti setiap jenis dan unsur biaya yangterkandung satu per satu
dari biaya yang ada beserta sifat-sifat biaya tersebut.
b.Pendekatan historis, dalam
hal ini yang harus dilakukan adalah
memisahkan biaya tetap dan variabel berdasarkan angka-angka dan data biaya masa
lampau.
2. Biaya tetap (Fixed cost)
Biaya tetap merupakan biaya yang secara total tidak mengalami
perubahan,walaupun ada perubahan volume produksi atau penjualan (dalam batas
tertentu).Artinya kita menganggap biaya tetap konstan sampai kapasitas tertentu
saja, biasanyakapasitas produksi yang dimiliki. Namun, untuk kapasitas produksi
bertambah, biayatetap juga menjadi lain. Contoh biaya tetap adalah seperti
gaji, penyusutan aktivatetap, bunga, sewa atau biaya kantor dan biaya tetap
lainnya.
3. Biaya variabel (Variable
Cost)
Biaya variable merupakan biaya yang secara total berubah-ubah sesuai dengan
perubahan volume produksi atau penjualan. Artinya asumsi kita biaya variabel berubah-ubah
secara sebanding (proporsional) dengan perubahan volume produksi atau
penjualan. Dalam hal ini sulit terjadi dalam praktiknya karena dalam penjualan
jumlah besar akan ada potongan-potongan tertentu, baik yang diterima
maupundiberikan perusahaan . contoh biaya variabel biaya variabel adalah biaya
bahan baku, upah buruh langsung, dan komisi penjualan biaya variabel lainnya.
4. Harga Jual
Harga jual maksudnya dalam analisis ini hanya digunakan untuk satu macam harga
jual atau harga barang yang dijual atau diproduksi.
5. Tidak Ada Perubahan Harga
Jual
Artinya diasumsikan harga jual per satuan tidak dapat berubah selama
periodeanalisis. Hal ini bertentangan dengan kondisi yang sesungguhnya, dimana
harga jualdalam suatu periode dapat berubah-ubah seiring dengan perubahan
biaya-biayalainnya yang berhubungan langsung dengan produk maupun tidak.
Tujuan Analisis Titik Impas
/ BEP
Penggunaan analisis BEP
memiliki beberapa tujuan yang ingin dicapai, yaitu :
1. Mendesain spesifikasi
produk
2. Menentukan harga jual
persatuan
3. Menentukan jumlah
produksi atau penjualan minimal agar tidak mengalami kerugian
4. Memaksimalkan jumlah
produksi
5. Merencanakan laba yang
diinginkan
Disamping memiliki tujuan
dan mampu memberikan manfaat yang cukup
banyak bagi pemimpin
perusahaan, analisis BEP juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu
1. Perlu asumsi, terutama
mengenai hubungan antara biaya dengan pendapatan
2. Bersifat statis, artinya
analisis ini hanya digunakan pada titik tertentu, bukan pada suatu periode
tertentu.
3.Tidak digunakan untuk
mengambil keputusan akhir, analisis BEP hanya baik digunakan jika ada penentuan
kegiatan lanjutan yang dapat dilakukan.
4.Tidak menyediakan
pengujian aliran kas yang baik, artinya jika aliran kas telah ditentukan
melebihi aliran kas yang harus dikeluarkan, proyek dapat diterima danhal-hal
lainnya dianggap sama.
5.Kurang memperhatikan
resiko-resiko yang terjadi selama masa penjualan,misalnya kenaikan harga bahan
baku.
Manfaat Break Event Point
1. Menentukan posisi laba-rugi
perusahaan
2. Menentukan penjualan
minimal yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami kerugian
3.Menentukan jumlah
penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh keuntungan tertentu.
Kelemahan dalam Analisis
Break Event Point
Menurut Sofyan Syafri Harahap ( 1997 : 364 ) mengungkapkan bahwa terdapat
kelemahan-kelemahan di dalam analisis BEP antara lain:
a). Asumsi yang menyebutkan
harga jual konstan padahal kenyataannya harga ini kadang-kadang harus berubah
sesuai dengan kekuatan permintaan dan penawaran di pasar.
b). Asumsi terhadap cost
penggolongan biaya tetap dan
biaya variable juga mengandung kelemahan. Dalam keadaan tertentu untuk memenuhi
volume penjualan biaya tetap tidak bisa tidak harus berubah karena pembelian
mesin-mesin dan peralatan lainnya. Dengan demikian juga perhitungan biaya
variable perunit juga akan dapat di pengaruhi perubahan ini.
c). Biaya tetap juga tidak
selalu tetap pada berbagai kapasitas.
d). biaya variable juga
tidak selalu berubah sejajar dengan perubahan volume.
Perubahan Titik BEP
1. Perubahan harga jual per
unit
2. Perubahan biaya variabel
3. Perubahan biaya tetap
4. Perubahan komposisi sales
mix
Perubahan harga jual per
unit
Perubahan harga jual per unit akan mempengaruhi besarnya BEP. Apabila harga
jual per unit naik sementara biaya tidak berubah, maka akan menurunkan BEP,
demikian pula sebaliknya bila harga jual turun akan menaikkan BEP
Perubahan Biaya Variabel per
Unit
Perubahan pada biaya variabel juga akan merubah posisi BEP, yakni apabila biaya
variabel naik akan menaikkan BEP dan bila turun akan menurunkan BEP
Perubahan komposisi sales
mix
Dalam asumsi disebutkan bahwa perusahaan hanya menghasilka satu macam produk,
dan bila menghasilkan lebih dari dua macama produk, maka tidak boleh ada
perubahan komposisi dalam sales mix –nya. Sales mix menunjukkan perimbangan
penjualan antara beberapa macam produk yang dihasilkan. Apabila ada perubahan
sales mix nya akan menyebabkan perubahan pada BEP secara total,
Rumus Break Event Point
(BEP)
Rumus Break Event Point
(BEP) untuk single product adalah:
BEP(unit/x) = FC
Dimana :
(S –
VC)
FC = fixed cost (biaya tetap),
atau
VC = variable cost (biaya variabel),
BEP(rupiah) = FC
S = sales (penjualan).
(1 – (VC/S))
Rumus BEP untuk multiple
product adalah:
BEP(rupiah) = FC
Dimana :
(1 –
(TVC/TR))
TVC = total variable cost (total biaya variabel)
TR = total revenue (total pendapatan).
Atau dengan :
a. Pendekatan grafik :
Breakevent Point terjadi
pada titik persilangan antara garis penghasilan penjualan dan garis total
biaya.
b. Metode Trial and Error
c. Pendekatan matematis :
Rumus matematika untuk
menentukan BEP adalah :
BEP (unit) = Total Biaya
Tetap
Harga jual per unit – Biaya Variabel/unit
BEP (Rp) = Total Biaya
Tetap
1 - Total Biaya Variabel
Total hasil penjualan
Contoh Aplikasi :
Perusahaan Indojaya yang
bergerak di bidang produksi kain, memiliki :
- Biaya tetap sebesar Rp.
300.000,-.
- Biaya variabel per unit
Rp.40,-
- Harga jual per unit Rp.
100,-
- Kapasitas produksi
maksimal 10.000 unit.
Perhitungan Break Event
Point
Cara Trial and Error :
yaitu dengan menghitung keuntungan operasi suatu volume produksi/penjualan
tertentu.
- Apabila perhitungan
tersebut menghasilkan keuntungan maka diambil volume penjualan/produksi yang
lebih rendah, dan sebaliknya.
- Demikian dilakukan
seterusnya hingga dicapai volume penjualan produksi dimana penghasilan
penjualan tepat sama dengan besarnya biaya total.
Misal dari contoh aplikasi,
diambil volume produksi 6.000 unit, maka dapat dihitung keuntungan operasi
adalah:
(6.000 x Rp100) — (Rp300.000
+ (6.000 x Rp40))
Rp600.000 — (Rp300.000 +
Rp240.000)
Rp.60.000 atau
hasil dalam unit adalah Rp.
60.000 / Rp 100 = 6000 unit
Jadi, pada volume produksi 6.000 unit perusahaan masih mendapatkan keuntungan.
Ini berarti bahwa BEP-nya terletak di bawah 6.000 unit.
Rumus Aljabar/Matematis
a. Dasar unit
b. Dasar sales (dalam
rupiah)
Gambar Break-Even PointEfek
Perubahan Berbagai Faktor Terhadap BEP
1. Efek perubahan harga jual
per unit dan jumlah biaya terhadap BEP
- Analisa BEP digunakan
asumsi bahwa harga jual per unit tetap konstan(P).
- Bila P naik memiliki efek
yang menguntungkan karena BEPnya akan turun.
Dalam gambar BEP, titik
break-even-nya akan bergeser ke kiri, yang berarti untuk tercapainya BEP cukup
diperlukan jumlah produk yang lebih kecil.
2. Efek perubahan
“sales-mix” terhadap BEP
- Sales-mix untuk mencari
break-even point dari dua atau lebih produk yang dihasilkan perusahaan.
- Apabila ada perubahan
sales-mix, maka BEP-nya secara totalitas akan berubah.
- Perhitungannya dengan cara
mencari break-even point satu jenis produk karena adanya variable cost dan
harga jual per unit yang berbeda dari masing-masing jenis produk.
Contoh:
Perusahaan “IndoJaya”
bergerak dalam bidang produksi “kain batik” dan “stagen” merencanakan perluasan
daerah pemasarannya.
Penjualan kain batik
direncanakan sebesar 25.000 unit @ Rp 3.500 dan stagen sebesar 15.000 unit @ Rp
1.000.
Variable cost untuk setiap
jenis produk adalah Rp 2.000 per unit kain batik, dan Rp 600 per unit stagen.
Fixed cost untuk kedua jenis
produk tersebut adalah Rp 28.275.000.
Hitunglah break-even point
untuk kedua jenis produk tersebut!
Keterangan
Kain Batik
Stagen
Total
Penjualan
87.500.000
15.000.000
102.500.000
Fixed Operation
Cost
-
-
28.275.000
Variabel Operating
cash
50.000.000
9.000.000
59.000.000
= Rp. 66.625.000,- (pembulatan)
Margin of Safety (MoS)
Margin of
Safety adalah batas keamanan yang menyatakan sampai seberapa jauh volume
penjualan yang dianggarkan boleh turun agar perusahaan tidak menderita rugi
atau dengan kata lain, batas maksimum penurunan volume penjualan yang
dianggarkan, yang tidak mengakibatkan kerugian.
Misalnya margin of safety ditemukan 30%, artinya realisasi penjualan
dipertahankan jangan sampai turun lebih dari 30%. Apabila realisasi penjualan
turun lebih dari 30%, maka perusahaan akan menderita kerugian, sedang bila
penurunan sampai 30% perusahaan dalam kondisi Break even yang digunakan untuk
mencari tingkat keamanan atau MoS adalah sebagai berikut.
1.penjualan MoS yang
direncanakan
MoS = Penjualan per
budget x
100
Penjualan per titik impas
2. Penjualan MoS
MoS = penjualan per budget – penjualan
per titik impas x 100
penjualan per budget
Mencari Margin of safety :
sales budget/rencana
penjualan = 50 juta
penjualan per BEP = 37,5
juta
= 133,33 %
Hal ini berarti bahwa
tingkat penjualan perusahaan tersebut tidak boleh turun lebih dari 33,33 % dari
penjualan break even.
33,33 % X Rp 37 500 000= Rp
12.500.000,-
Realisasi penjualan tidak
boleh turun lebih dari Rp. 12.500.000,- dari penjualan yang direncanakan.
Atau bisa juga dihitung :
(sales budget-sales
BE)/sales budget
(Rp 50 juta- Rp 37,50
juta)/Rp 50 juta= 25 %
Artinya penjualan tidak
boleh turun lebih dari 25 % penjualan yang direncanakan.
25 % X Rp 50 juta = Rp 12
500 000,-
Realisasi penjualan tidak
boleh turun lebih dari Rp. 12.500.000,- dari penjualan yang direncanakan.
Degree of Operating Leverage
(DOL)
Financial Leverage adalah kemampuan perusahaan dalam menggunakan dana yang
mempunyai beban tetap untuk memperbesar pengaruh perubahan EBIT terhadap
perubahan EPS, sehingga dapat disimpulkan maksud dari analisis financial
leverage adalah serangkaian proses perhitungan untuk mengetahui seberapa besar
kemampuan perusahaan dalam mengguanakan dana yang mempunyai beban tetap untuk
memperbesar pengaruh perubahan EBIT terhadap perubahan EPS. Semakin besar dana
yang berasal dari luar yang disertai dengan beban keuangan tetap, maka akan
semakin besar pula beban keuangan yang harus dibayar.
Menurut Warsono (2003:217)
ada 2 macam biaya keuangan tetap yang dapat ditemukan dalam perusahaan, yaitu :
1.Bunga atas utang, dan
2.Dividen saham preferen.
Kedua biaya tersebut harus
tetap dibayar tanpa menghiraukan jumlah EBIT yang tersedia untuk membayarnya.
Leverage operasi
Menurut warsono (2003:213) operating leverage dapat didefinisikan sebagai
penggunaan potensial biaya-biaya operasi untuk memperbesar pengaruh perubahan
dalam penjualan terhadap laba sebelum bunga dan pajak perusahaan. Berarti,
analisis leverage operasi digunakan untuk melihat seberapa besar kemampuan
perusahaan dalam menggunakan biaya operasi tetap untuk memperbesar pengaruh
perubahan volume penjualan terhadap EBIT.
Masalah Finansial Leverage
Masalah financial leverage baru timbul setelah perusahaan
meggunakan dana dengan beban tetap, seperti halnya masalah operating leverage
baru timbul setelah perusahaan dalam operasinya mempunyai biaya tetap.
Perusahaan yang menggunakan dana dengan beban tetap dikatakan menghasilkan leverageyang menguntungkan (favorable financial leverage) .
Rasio Leverage
Rasio leverage ada 2 macam :
1. Rasio utang terhadap
ekuitas
Untuk menilai sejauh mana perusahaan menggunakan uang yang dipinjam, kita dapat
menggunakan beberapa rasio utang (debt ratio) yang berbeda. Rasio utang
terhadap ekuitas dapat dihitung dengan membagi total hutang perusahaan
(termasuk kewajiban jangka pendek) dengan ekuitas pemegang saham. Rumus :
Rasio hutang terhadap
ekuitas = total hutang : ekuitas pemegang saham
2. Rasio hutang terhadap
total aktiva
Rasio hutang terhadap total aktiva didapat dari membagi total hutang dalam
perusahaan dengan total aktivanya. Rumus :
Rasio hutang terhadap total
aktiva = total hutang : total aktiva
Perhitungan Tingkat Leverage
operasi secara aljabar
Tingkat leverage operasi =
perubahan presentase laba operasi
perubahan % unit yang
terjual
atau pendapatan total
Contoh Soal :
Diketahui
Mesin A
Mesin B
Penjualan
2.500.000
2.500.000
Biaya
Variabel
2.500.000
2.500.000
Kontribusi
Margin
2.000.000
1.500.000
Biaya
Tetap
500.000
1.000.000
EBIT
100.000
500.000
1. Berapakah degree of
operating leverage (DOL) Cv. Sekar Adina untuk mesin A?
Jawab :
Degree of Operating Leverage (DOL)
DOL
= S-BV
= Qx(P-V)
Dimana:
S-BV-T
Qx(P-V)-BT
Q= jumlah unit produk
P= harga jual per unit
V= biaya variabel per unit
T= biaya tetap
Pemecahan:
DOL = S-BV =
Qx(P-V)
S-BV-T Qx(P-V)-BT
DOL = 00x(5000-4000)
= 1,25
5000x(5000-4000)-100.000
2. Berapakah degree of
operating (DOL) Cv. Sekar Adina untuk mesin B?
Jawab :
Degree of Operation Leverage (DOL)
DOL = S-BV
=
Qx(P-V)
Dimana:
S-BV-T
Qx(P-V)-BT
Q= jumlah unit produk
P= harga jual per unit
V= biaya variabel per unit
T= biaya tetap
Pemecahan:
DOL
= S-BV
= Qx(P-V)
S-BV-T Qx(P-V)-BT
DOL =
_500x(5000-3000)
= 2
5000x(5000-3000)-500.000
3. Berapakah Degree of
Financial Leverage (DFL) Cv. Sekar Adina untuk mesin A, bila diketahui mesin A
menanggung biaya bunga sebesar Rp. 100.000 dan beban pajak 40%?
Jawab :
Degree of Financial Leverage
(DFL)
Dimana:
DFL = EBIT = Qx(P-V)-BT
Q= jumlah unit produk
EBIT-I
Qx(P-V)-BT-I
P= harga jual per unit
V= biaya variabel per unit
T= biaya tetap
I= biaya bunga
4. Berapakah Degree of
Financial Leverage (DFL) Cv.Sekar Adina untuk mesin A, bila diketahui mesin A
menanggung biaya bunga sebesar Rp. 300.000 dan beban pajak 40%?
Jawab :
Degree of Financial Leverage (DFL)
DFL = EBIT
= Qx(P-V)-BT
Dimana:
EBIT-I
Qx(P-V)-BT-I
Q= jumlah unit produk
P= harga jual per unit
V= biaya variabel per unit
T= biaya tetap
I= biaya bunga
Mesin A
Penjualan
2.500.000
Biaya
variabel
1.500.000
Kontribusi
margin
1.000.000
Biaya
tetap
500.000
EBIT
500.000
Biaya
bunga
300.000
EBT
200.000
Pajak
40%
80.000
EAT
120.000
Pemecahan:
DFL
= EBIT = Qx(P-V)-BT
EBIT-I Qx(P-V)-BT-I
DFL
= _500.000
= 2,5
500.000-300.000