Minggu, 28 Juni 2015

BUMN

Kekuatan BUMN Dalam Organisasi
BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. BUMN memberikan kontribusi yang positif untuk perekonomian Indonesia. Pada sistem ekonomi kerakyatan, BUMN ikut berperan dalam menghasilkan barang atau jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pelaksanaan peran BUMN tersebut diwujudkan dalam kegiatan usaha hampir di seluruh sektor perekonomian, seperti sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, manufaktur, pertambangan, keuangan, pos dan telekomunikasi, transportasi, listrik, industri, dan perdagangan serta konstruksi. 
BUMN merupakan salah satu pelaku kegiatan ekonomi dalam perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi. Mempunyai peran yang sangat strategis sebagai pelaksana pelayanan publik , penyeimbang kekuatan kekuatan besar dan turut membantu pengembangan usaha kecil dan koprasi.Undang-undang nomer 9 tahun 1969 mengelompokkan BUMN menjadi 3 (tiga) bentuk Perjan (Perusahaan Jawatan), yaitu BUMN yang berusaha di bidang penyediaan jasa-jasa bagi masyarakat, termasuk pelayanan kepadamasyarakat.Perum (Perusahaan Umum), yaitu BUMN yang berusaha di bidang menyediaan pelayanan bagi kemanfaatan umum disamping mendapatkan keuntungan. Persero (Perusahaan Perseroan), yaitu BUMN yang bertujuan memupuk keuntungan dan berusaha di bidang-bidang yang dapat mendorong perkembangan sector swasta dan atau koperasi, di luar bidang usaha Perjan atau Perum.
BUMN didirikan pemerintah untuk mengelola cabang-cabang produksi dan sumber kekayaan alam yang strategis dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Misalnya PT Dirgantara Indonesia, PT Perusahaan Listrik Negara, PT Kereta Api Indonesia (PT KAI), PT Pos Indonesia, dan lain sebagainya. Perusahaan-perusahaan tersebut didirikan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, serta untuk mengendalikan sektor-sektor yang strategis dan yang kurang menguntungkan.

 Secara umum, peran BUMN dapat dilihat pada hal-hal berikut ini.
a) Mengelola cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak.
b) Sebagai pengelola bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya secara efektif dan efisien.
c) Sebagai alat bagi pemerintah untuk menunjang kebijaksanaan di bidang ekonomi.
d) Menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat sehingga dapat menyerap tenaga kerja.
Adapun kelebihan dan kelemahan BUMN yaitu :
Kekuatan BUMN :
a. Jumlah Dan nilai aset yang besar
b. Posisi Dan bidang usaha yang strategis
c. Akses ke kekuasaan lebih besar
d. Akses ke sumber pendanaan, khususnya Bank pemerintah lebih besar
e. Perlakuan birokrasi berbeda dengan swasta
f. Definisi negara sebagai pemilik dan pemerintah sebagai regulator sulit untuk dipisahkan dan melekat pada BUMN itu sendiri.

Kelemahan BUMN :
a. Keterlibatan birokrasi dengan kepentingannya menimbulkan penyimpang-an policy direction yang merugikan BUMN sendiri
b. Policy direction yang merugikan timbul karena adanya kepentingan elite BUMN yang ditampilkan melalui formal policy
c. Birokrat di BUMN sulit membedakan dirinya sebagai birokrat atau profesional perusahaan, sehingga menimbulkan political cost yang sulit diukur
d. Aset yang besar dan tidak disertai utilitas optimal berakibat over-investment dan pemborosan yang membebani BUMN itu sendiri
e. Kemudahan dari negara adalah bentuk subsidi yang setara dengan cost bagi rakyat banyak
f. Perlakuan istimewa negara kepada BUMN menjadikannya tidak peka terhadap lingkungan usahanya, lemah dalam persaingan, tidak lincah dalam bertindak, lamban mengambil keputusan, sehingga hilangnya momentum yang berakhir pada kerugian
g. Privileges yang diberikan birokrasi harus dikompensasi dengan memberikan kemudahan kepada pihak lain melalui policy direction yang menjadi political cost bagi BUMN.
h. Keterlibatan birokrasi dalam BUMN yang berlangsung lama sering menyulitkan direksi untuk bertindak objektif.

Struktur Pendapatan BUMN
Indonesia memiliki 141 perusahaan plat merah (milik negara) yang dikenal dengan sebutan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pengertian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dapat dilihat dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, yang menyebutkan bahwa, “BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.”
            Landasan hukum BUMN adalah UUD 1945 pasal 33 yang kemudian dengan UU No. 19 tahun 2003 didefinisikan dan ditetapkan memiliki dua bentuk, yaitu persero dan perusahaan umum (perum). Dengan hal tersebut, BUMN merupakan amanah undang-undang yang diharapkan mampu memakmurkan masyarakat Indonesia. Keberadaan sejumlah BUMN di Indonesia diharapkan dapat berkontribusi dalam pembangunan ekonomi negara. Salah satu peran BUMN dalam hal ekonomi yang dapat dilihat jelas adalah adanya pos pendapatan negara di APBN yang disebut ‘Bagian Laba BUMN’. Tak hanya itu, BUMN juga diharapkan untuk dapat menambah penerimaan negara lewat pos pajak.
Sayangnya, BUMN masih kurang signifikan dalam menyumbang pendapatan negara dalam perkembangannya, pos ‘Bagian laba BUMN’ tidaklah menyumbangkan nilai yang signifikan bagi pendapatan negara dalam kerangka APBN. Persentase pos ‘Bagian Laba BUMN’ terhadap pendapatan negara hanya dalam kisaran 3% dari total pendapatan. Fakta yang tentunya menunjukkan sinyal kurang baik atas kinerja BUMN. Perbandingan sederhana yang membuat minimnya kontribusi BUMN terhadap ekonomi Indonesia adalah apabila dikomparasi dengan pos ‘Cukai’ di pendapatan negara. Cukai yang didominasi oleh cukai hasil tembakau (96,7%) mampu menyumbangkan rata-rata 6,35% terhadap total pendapatan negara. Ini berarti dua kali lipat dari kontribusi BUMN.

Perusahaan Pembiayaan Milik Negara
Berikut ini adalah nama-mana BUMN yang digolongkan berdasarkan bidangnya masing-masing :          
            Nama-nama perusahaan BUMN Indonesia yang bergerak di bidang Aneka Industri dan Industri Strategis yaitu : PT. Bio Farma (Persero), PT. Indofarma Tbk (Persero), PT. Kimia Farma Tbk (Persero), PT. Primissima (Persero), PT. Industri Sandang Nusantara (INSAN), PT. Garam (Persero), PT. Industri Gelas (IGLAS) (Persero), PT. Dok dan Perkapalan Kodja Bahari (Persero), PT.  Dok dan Perkapalan Surabaya, PT. Industri Kapal Indonesia (Persero), PT PAL Indonesia, PT. Batan Teknologi, PT. Dirgantara Indonesia (Persero), PT. Industri Kereta Api (INKA) (Persero), PT. Barata Indonesia, PT. Boma Bisma Indra (BBI) (Persero), PT. Krakatau Steel (KS), PT. Dahana ( Persero ) dan PT. PINDAD.
            Di bidang Energi dan pertambangan terdapat sejumlah BUMN yaitu PT. Pertamina (Persero), PT. Energy Management Indonesia (Persero), PT. Perusahaan Gas Negara, Tbk (PGN), PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero), PT. Tambang Batubara Bukit Asam, Tbk (PTBA) (Persero), PT. Aneka Tambang, Tbk (ANTAM), PT. Sarana Karya, PT. Timah (Persero) Tbk, PT. Semen Baturaja, PT Semen Gresik Tbk (Persero).
            BUMN pengembang kawasan industri dan perumahan yaitu Perum Pembangunan Perumahan Nasional (PERUMNAS), PT. Kawasan Berikat Nusantara (KBN),
PT. Kawasan Industri Medan (KIM) (Persero), PT. Kawasan Industri Makasar (KIMA) (Persero), PT. Kawasan Industri Wijaya Kusuma (KIW), PT. Pengembangan Daerah Industri (PDI) Pulau Batam.
            Sedangkan untuk bidang kehutanan, perkebunan, pertanian, penunjang pertanian dan perikanan terdapat BUMN PT. Inhutani I-V, Perum Perhutani, PT. Perkebunan Nusantara I-XIV (PTPN) (Persero), PT. Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), Perum Jasa Tirta I dan II, PT. Pertani, PT. Sang Hyang Seri (SHS) (Persero), PT. Pupuk Sriwidjaja (PUSRI) (Persero), PT. Perikanan Nusantara dan Perum Prasarana Perikanan Samudera.
            Perusahaan BUMN di bidang Logistik dan Jasa Sertifikasi yaitu
PT. Biro Klasifikasi Indonesia (Persero), PT. Surveyor Indonesia, PT. Sucofindo (Persero), PT. Survai Udara Penas (Persero), PT. Bhanda Ghara Reksa (BGR), Perum Bulog, PT Pos Indonesia (POSINDO), PT. Varuna Tirta Prakasya (VTP), PT. PP Berdikari (Persero), PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) (Persero), PT. Sarinah (Persero).
            Perusahaan BUMN di bidang Pembiayaan, Perbankan dan Asuransi yaitu PT. Danareksa (Persero), PT. Kliring Berjangka Indonesia (Persero), Perum Pegadaian, PT. Permodalan Nasional Madani (PNM) (Persero), PT. PANN Multi Finance (Persero), Perum Jamkrindo
PT. Perusahaan Pengelola Aset, PT. Bank Negara Indonesia Tbk, PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk (Persero), PT. Bank Tabungan Negara, PT. Bank Mandiri Tbk (Persero), PT. Bank Ekspor Indonesia (BEI), PT. Asuransi ABRI (ASABRI), PT. Asuransi Ekspor Indonesia (ASEI), PT. Asuransi Jasa Indonesia (JASINDO), PT. Asuransi Jasa Raharja, PT. Asuransi Jiwasraya, PT. Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES), PT. Askrindo, PT. Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK), PT. Reasuransi Umum Indonesia (RUI) dan PT. Taspen (Persero).
            BUMN Indonesia di bidang Percetakan, Penerbitan, dan Telekomunikasi yaitu PT. Balai Pustaka (BP) (Persero), Perum Percetakan Negara Indonesia (PNRI), PT. Pradnya Paramita, Perum Percetakan Uang RI (PERURI), PT. Kertas Kraft Aceh (KKA) ( Persero ), PT. Kertas Leces (Persero), PT. Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI), PT. LEN Industri (Persero)
Perum LKBN ANTARA, Perum Produksi Film Negara (PFN) dan PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk (TELKOM).
            Perusahaan BUMN di bidang Konstruksi, Prasarana Sarana Angkutan dan Pariwisata meliputi PT. Adhi Karya (Persero) Tbk, PT. Brantas Abipraya (Persero), PT. Hutama Karya (HK), PT. Istaka Karya, PT. Nindya Karya (Persero), PT. Pembangunan Perumahan, PT. Wijaya Karya Tbk (Persero), PT. Waskita Karya, PT. Bina Karya, PT. Indah Karya, PT. Indra Karya, PT. Virama Karya, PT. Yodya Karya (Persero), PT. Amarta Karya, PT. Jasa Marga (Persero) Tbk, PT. Pelabuhan Indonesia I-IV (PELINDO I-IV) (Persero), PT. Angkasa Pura Id an II (AP I dan II) (Persero), PT. Pengerukan Indonesia (RUKINDO), PT. Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) (Persero), PT. Pelayaran Bahtera Adhiguna, PT. Djakarta Lloyd, PT. Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI), Perum DAMRI, PT. Kereta Api Indonesia (KAI), Perum Pengangkutan Penumpang Djakarta (PPD),  PT. Hotel Indonesia Natour (HIN), PT. Bali Tourism dan Development Corporation, PT. TWC Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko, PT. Garuda Indonesia (GIA) (Persero), PT. Merpati Nusantara Airlines (MNA).

Sumber :


Senin, 25 Mei 2015

HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual)

Hak Atas Kekayaan Intelektual merupakan hak yang diberikan kepada orang-orang atas hasil dari buah pikiran mereka. Biasanya hak eksklusif tersebut diberikan atas penggunaan dari hasil buah pikiran si pencipta dalam kurun waktu tertentu. HAKI adalah hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia, juga mempunyai nilai ekonomis. Setiap bisnis tentunya tidak pernah lepas dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI) seperti produk, merek dan patent. Di era digital dan global ini, melindungi sebuah merek dagang serta patent sangat penting. Sejarah sudah membuktikan bahwa banyak sekali bisnis yang tumbuh besar dan meraup keuntungan yang sangat besar karena mereka mampu memanfaatkan kekuatan merek dan invention mereka. Ini adalah cara kita mengetahui sebuah produk, merek dan patent tersebut bisa memiliki HAKI yaitu. Pada Pasal 6 ayat (1) huruf a dan b UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek permohonan pendaftaran merek harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek tersebut:
a.   Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis.
b.   Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau sejenisnya.
Persamaan pada pokoknya yang adalah kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara penempatan, susunan warna, cara penulisan antara unsur-unsur atau persamaan bunyi ucapan. Bila produk yang kita temukan berbeda dengan produk lain dari yang dijelaskan diatas baru kita bisa mendaftarkannya ke Ditjen HKI dan dari situ produk kita bisa menjadi produk yang memiliki HAKI. Apabila sebuah produk, merek dan patent sudah memiliki HAKI pemegang dapat melakukan usahanya dengan tenang tanpa gangguan dari pihak lain.
Istilah HAKI merupakan terjemahan dari Intellectual Property Right (IPR), sebagaimana diatur dalam undang-undang No. 7 Tahun 1994 tentang pengesahan WTO (Agreement Establishing The World Trade Organization). Pengertian Intellectual Property Right sendiri adalah pemahaman mengenai hak atas kekayaan yang timbul dari kemampuan intelektual manusia, yang mempunyai hubungan dengan hak seseorang secara pribadi yaitu hak asasi manusia (human right). Di Indonesia, HAKI mulai populer memasuki tahun 2000 – sekarang.
Tetapi ketika kepopulerannya itu sudah mencapa puncaknya, grafiknya menurun. Ketika mengalami penurunan, muncul lah hukum siber (cyber), yang ternyata perkembangan dari HAKI itu sendiri. Jadi, HAKI akan terbawa terus seiring dengan ilmu-ilmu yang baru. seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang tidak pernah berhenti berinovasi. Peraturan perundangan HAKI di Indonesia dimulai sejak masa penjajahan Belanda. Setelah Indonesia merdeka, Menteri Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman No. JS 5/41 tanggal 12 Agustus 1953 dan No. JG 1/2/17 tanggal 29 Agustus 1953 tentang Pendaftaran Sementara Paten.
Pada tahun 1961, Pemerintah RI mengesahkan Undang-undang No. 21 Tahun 1961 tentang Merek. Kemudian pada tahun 1982, Pemerintah juga mengundangkan Undang-undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta. Di bidang paten, Pemerintah mengundangkan Undang-undang No. 6 Tahun 1989 tentang Paten yang mulai efektif berlaku tahun 1991. Di tahun 1992, Pemerintah mengganti Undang-undang No. 21 Tahun 1961 tentang Merek dengan Undang-undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek.
Pengaturan HAKI secara pokok (dalam UU) dapat dikatakan telah lengkap dan memadai. Dikatakan lengkap, karena menjangkau ke-7 jenis HAKI yang telah disebutkan di atas. Dikatakan memadai, karena dalam kaitannya dengan kondisi dan kebutuhan nasional, dengan beberapa catatan, tingkat pengaturan tersebut secara substantif setidaknya telah memenuhi syarat minimal yang ditentukan pada Perjanjian Internasional yang pokok di bidang HAKI.
Sejalan dengan masuknya Indonesia sebagi anggota WTO/TRIP’s dan diratifikasinya beberapa konvensi internasional di bidang HAKI sebagaimana dijelaskan pada pengaturan HAKI di internasional tersebut di atas, maka Indonesia harus menyelaraskan peraturan perundang-undangan di bidang HAKI. Untuk itu, pada tahun 1997 Pemerintah merevisi kembali beberapa peraturan perundangan di bidang HAKI, dengan mengundangkan:
Undang-undang No. 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1987 tentang Hak Cipta
Undang-undang No. 13 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 6 Tahun 1989 tentang Paten
Undang-undang No. 14 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek
Selain ketiga undang-undang tersebut di atas, undang-undang HAKI yang menyangkut ke-7 HAKI antara lain:
1) Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
2) Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten
3) Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merk
4) Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
5) Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
6) Undang-undang No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
7) Undang-undang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman
                Dengan pertimbangan masih perlu dilakukan penyempurnaan terhadap undang-undang tentang hak cipta, paten, dan merek yang diundangkan tahun 1997, maka ketiga undang-undang tersebut telah direvisi kembali pada tahun 2001. Selanjutnya telah diundangkan:
Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten
Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek (khusus mengenai revisi UU tentang Hak Cipta saat ini masih dalam proses pembahasan di DPR).
Hukum Kekayaan Intelektual (HAKI) di bidang hak cipta memberikan sanksi jika terjadi pelanggaran terhadap tindak pidana di bidang hak cipta yaitu pidana penjara dan/atau denda, hal ini sesuai dengan ketentuan pidana dan/atau denda dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta sebagai berikut:
Pasal 72 ayat (1) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah).
Pasal 72 ayat (2) : Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
Pasal 72 ayat (3) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
Pasal 72 ayat (4) : Barangsiapa melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).
Pasal 72 ayat (5) : Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal 49 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 72 ayat (6) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 72 ayat (7) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 72 ayat (8) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 72 ayat (9) : Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 73 ayat (1) : Ciptaan atau barang yang merupakan hasil tindak pidana hak cipta atau hak terkait serta alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh negara untuk dimusnahkan.
Pasal 73 ayat (2) : Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bidang seni dan bersifat unik, dapat dipertimbangkan untuk tidak dimusnahkan.





Kamis, 23 April 2015

ASAS- ASAS PERJANJIAN

ASAS- ASAS PERJANJIAN


Dalam membuat suatu perjanjian tentunya kita juga harus memperhatikan asas-asas yang ada pada perjanjian tersebut. Hukum Perjanjian Indonesia yaitu:

  • Asas Konsensualisme (concensualism)

Asas Konsensualisme berarti kesepakatan (consensus), yaitu pada dasarnya perjanjian sudah lahir sejak detik tercapainya kata sepakat. Perjanjian telah mengikat begitu kata sepakat dinyatakan dan diucapkan, sehingga sebenarnya tidak perlu lagi formalitas tertentu. Pengecualian terhadap prinsip ini adalah dalam hal undang-undang memberikan syarat formalitas tertentu terhadap suatu perjanjian. Misalkan syarat harus tertulis, contohnya jual beli tanah merupakan kesepakatan yang harus dibuat secara tertulis dengan akta otentik notaris. Pada mulanya suatu kesepakatan atau perjanjian harus ditegaskan dengan sumpah. Namun pada abad ke 13 pandangan tersebut telah dihapus oleh gereja. Kemudian terbentuklah paham bahwa dengan adanya kata sepakat diantara para pihak suatu perjanjian sudah memiliki kekuatan mengikat. Asas ini ditemukan dalam pasal 1320 KUH perdata yang mensyaratkan adanya kesepakatan sebagai syarat sahnya suatu perjanjian. Meskipun demikian, perlu diperhatikan  bahwa terhadap asas konsensualisme terdapat pengecualian. Yaitu dalam perjanjian riil dan perjanjian formil yang mensyaratkan adanya penyerahan atau memnuhi bentuk tertentu yang disyaratkan oleh undang undang.

  • Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)

Setiap orang dapat secara bebas membuat perjanjian selama memenuhi syarat sahnya perjanjian dan tidak melanggar hukum, kesusilaan serta ketertiban umum. Menurut pasal 1338 ayat (1) KUH perdata, “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” “semua perjanjian” berarti perjanjian apapun, diantara siapapun. Tapi kebebasan itu tetap ada batasnya, yaitu selama kebebasan itu tetap berada didalam batas-batas persyaratannya, serta tidak melanggar hukum (undang-undang), kesusilaan (pornografi, pornoaksi) dan ketertiban umum (misalnya perjanjian membuat provokasi kerusuhan).
Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
a.       membuat atau tidak membuat perjanjian;
b.      mengadakan perjanjian dengan siapa pun;
c.       menentukan isis perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, serta
d.      menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan. 

  • Asas Kepastian Hukum (pacta sunt servanda)

Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.   Jika terjadi sengketa dalam pelaksaan perjanjian, misalnya salah satu pihak ingkar janji (wanprestasi), maka hakim dengan keputusannya dapat memaksa agar pihak yang melanggar itu melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai perjanjian – bahkan  hakim dapat memerintahkan pihak yang lain membayar ganti rugi. Putusan pengadilan bahwa hak daan kewajiban para pihak dalam perjanjian memiliki kepastian hukum- secara pasti memiliki perlindungan hukum. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPer.

Sumber :
http://www.jurnalhukum.com/asas-asas-perjanjian/
http://www.legalakses.com/asas-asas-perjanjian/
http://hukumindonesia-laylay.blogspot.com/2012/02/asas-asas-perjanjian.html

Sabtu, 28 Maret 2015

Pendapat Tentang Freeport


Menurut saya, Freeport bukan sebagai  pendapatan di Indonesia. Karna hasil dari Freeport itu sendiri tidak dirasakan oleh warga Indonesia. Okelah tidak usah jauh-jauh freeport itu sendiri terletak diaerah Papua nah warga Papuanya pun sendiri masih mengalami kelaparan bahkan kemiskinan padahal hasil freeport tersebut sangat luar biasa besar. Dari hasil luar biasa tersebut yang masuk ke APBN sangat sedikit bahkan hanya sepersekian dari hasil sesungguhnya dan belum lagi korupsi yang dilakukan oleh para pejabat untuk memperkaya diri mereka sendiri. Malah freeport merugikan Indonesia karna adanya kerusakan bentang alam pegunungan Grasberg dan Erstberg. 

Selasa, 13 Januari 2015

MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA)

MASYARAKAT EKONOMI ASEAN

Saat ini upaya untuk mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015 yang memungkinkan arus barang, modal dan jasa antara negara ASEAN tidak ada lagi hambatan tetap pada jalurnya, namun memang masih menghadapi permasalahan dalam bidang jasa. "Tidak melambat," kata Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi disela mengikuti Pertemuan Menteri-menteri Ekonomi ASEAN (AEMM) ke-45 di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam, Rabu. Sebelumnya, dalam pernyataan bersama AEMM, para menteri menyoroti hanya ada kemajuan kecil dalam menerapkan cetak biru MEA. Bayu mengatakan, saat ini pencapaian cetak biru dari total negara-negara ASEAN mencapai sekitar 80 persen, sementara itu Indonesia sudah mencapai 83 persen."Artinya yang kita alami saat ini sudah 83 persen dari kondisi nanti tahun 2015 saat MEA diterapkan," katanya.
Bayu mengatakan, kondisi aturan tarif dan arus barang saat ini sudah hampir sama dengan jika MEA diterapkan pada 2015. Bahkan untuk industri tekstil dan otomotif, katanya, para pengusaha mengatakan kondisi saat ini tidak akan berbeda jika MEA diterapkan pada 2015 karena aturan tarif dan arus berbeda akan sama saja. Namun, Bayu mengakui masih ada permasalahan di sektor jasa. "Banyak yang perlu dipersiapkan," katanya. Permasalahan dalam sektor jasa antara lain standarisasi, angkutan, jasa profesi, angkutan, dan logistik. Sementara jasa pembiayaan sudah tidak ada masalah. Dalam masalah jasa ini, kata Bayu, memang ada dinamika karena ada perbedaan di antara negara anggot ASEAN. "Ini tantangan bagi ASEAN. Kita berusaha keras selaikan perbedaan," katanya.
Oleh sebab itu, katanya, pelaksanaan MEA tidak akan mundur. Sebelumnya Mendag Gita Wirjawan yang hadir pada hari pertama AEM dan memimpin delegasi Indonesia mengatakan pada AEMM para Menteri Ekonomi ASEAN memastikan adanya upaya untuk medorong fasilitasi perdagangan, termasuk mengurangi hambatan-hambatan perdagangan yang selama ini menjadi kendala bagi pengusaha ASEAN. Ia mengatakan perdagangan barang intra-ASEAN harus terus ditingkatkan agar integrasi ASEAN benar-benar dapat dirasakan manfaatnya oleh pengusaha Indonesia.
Yang jelas, pemerintah dan para pelaku bisnis di Asean terus melakukan komunikasi yang intens. Salah satunya dengan forum yang digelar oleh CIMB ASEAN Research Institute (CARI) di Singapura ini. Forum ini bertujuan untuk membentuk integrasi ekonomi Asean sesuai dengan target MEA pada 31 Desember 2015.Selama 30 tahun terakhir, Asean telah berkembang menjadi pemain utama di arena internasional. Namun, sebagian besar perusahaan belum memberikan rencana sesuai tujuan AEC. "Kurang dari 20% dari mereka yang memiliki rencana untuk AEC 2015." Itulah sebabnya forum ini perlu digelar yang fokus khusus pada mengidentifikasi hambatan dan rintangan yang menghambat perdagangan bebas dari enam sektor diperjuangkan dalam konteks AEC.Keenam sektor tersebut adalah penerbangan, kesehatan, infrastruktur, pasar modal, jasa keuangan dan telekomunikasi.
Hasil dari diskusi ini akan tercermin dalam rekomendasi kebijakan yang akan diajukan ke pemerintah dari 10 negara anggota Asean. Forum ini dihadiri lebih dari 200 delegasi dan peserta dari seluruh dunia termasuk pemimpin bisnis dan pengusaha, pembuat kebijakan, ekonom dan media. Dari Indonesia akan tampil Menteri Pariwisata, Kebudayaan dan Ekonomi Kreatif Mari Pangestu, Patrick Walujo (Northstar Group), Aloke Lohia (Indorama Ventures), Budi Sadikin (Bank Mandiri), Emirsyah Satar (Garuda Indonesia), dan Alexander Rusli (Indosat). Pembicara lainnya adalah dari Malaysia akan tampil Tony Fernandes (Air Asia), Nazir Razak (CIMB), dan Azman Mokhtar dari Khazanah Nasional. Sementara itu, dari Thailand akan tampil Chartsiri Sophonpanich (Bangkok Bank).
Salah satu pilar utama MEA adalah aliran bebas barang, yaitu pada 2015 perdagangan barang di kawasan Asean dilakukan secara bebas tanpa mengalami hambatan, baik tarif maupun nontarif. MEA menerapkan skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT) yang sebelumnya sudah diterapkan saat Asean Free Trade Area (AFTA), yaitu penurunan tarif dilakukan secara bertahap untuk jenis barang tertentu yang dilakukan dalam rentang waktu yang telah disepakati bersama. Adapun liberalisasi sektor jasa, dalam cetak biru MEA 2015 bertujuan menghilangkan hambatan penyediaan jasa oleh pemasok ataupun pendirian perusahaan jasa baru lintas negara di kawasan Asean. Liberalisasi tersebut dilakukan melalui mekanisme perundingan Asean Framework Agreement on Services (AFAS). Bila Indonesia tidak siap, maka aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil dan modal, terlihat sebagai ancaman daripada peluang. Berdasarkan data United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) pada 2011, kualitas SDM Indonesia masih berada di peringkat 121, dari 187 negara. Adapun, Singapura berada di peringkat 18, Brunei Darussalam peringkat 30 dan Filipina berada di peringkat 114.
Sumber  :

ANALISISNYA :
Di era yang semakin maju seperti ini banyak perubahan yang telah terjadi. Salah satunya adalah perubahan ekonomi negara yang sangat pesat, namun perubahan tersebut terkadang membuat kemajuan atau kemunduran bagi masyarakat itu sendiri. Sekarang ini masyarakat terkadang mengalami kesuliatan dalam menghadapi perekonomian mereka. Salah satu contohnya masyarakat indonesia dalam menghadapi ekonomi di ASEAN. Kita sebagai masyarakat indonesia harus bisa mengahadapi ekonomi asean 2015 yang sudah direncanakan oleh pemimpin – pemimpin ASEAN.

Indonesia sendiri sebenarnya mempunyai banyak peluang untuk bersaing dalam Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Indonesia adalah negara agraris. Tanah indonesia sangat cocok sekali ditanami rempah – rempah dan tanaman lainnya yang banyak dibutuhkan oleh negara di dunia.

Dengan adanya hal seperti itu, bagaimana cara kita untuk memanfaatkan MEA itu sendiri ?. Di negara kita banyak sekali sektor yang bisa dimanfaatkan. Dan juga pada sektor perikanan, kita ketahui sendiri lebih dari 50% wilayah indonesia adalah perairan. Kemudian kita juga mempunyai sumberdaya alamnya yang melimpah. Seperti lumpur lapindo, dari tahun 2004 sampai sekarang mmasih keluar lumpur. Seandainya itu dimanfaatkan dengan baik, bisa membantu ekonomi indonesia menjadi semakin maju.

Jadi untuk menghadapi MEA Indonesia harus melakukan pembangunan dalam segala sektor. Sumber daya manusia juga harus diperbaiki, supaya kita bisa mengolah hasil alam yang kita punya.