Kamis, 23 April 2015

ASAS- ASAS PERJANJIAN

ASAS- ASAS PERJANJIAN


Dalam membuat suatu perjanjian tentunya kita juga harus memperhatikan asas-asas yang ada pada perjanjian tersebut. Hukum Perjanjian Indonesia yaitu:

  • Asas Konsensualisme (concensualism)

Asas Konsensualisme berarti kesepakatan (consensus), yaitu pada dasarnya perjanjian sudah lahir sejak detik tercapainya kata sepakat. Perjanjian telah mengikat begitu kata sepakat dinyatakan dan diucapkan, sehingga sebenarnya tidak perlu lagi formalitas tertentu. Pengecualian terhadap prinsip ini adalah dalam hal undang-undang memberikan syarat formalitas tertentu terhadap suatu perjanjian. Misalkan syarat harus tertulis, contohnya jual beli tanah merupakan kesepakatan yang harus dibuat secara tertulis dengan akta otentik notaris. Pada mulanya suatu kesepakatan atau perjanjian harus ditegaskan dengan sumpah. Namun pada abad ke 13 pandangan tersebut telah dihapus oleh gereja. Kemudian terbentuklah paham bahwa dengan adanya kata sepakat diantara para pihak suatu perjanjian sudah memiliki kekuatan mengikat. Asas ini ditemukan dalam pasal 1320 KUH perdata yang mensyaratkan adanya kesepakatan sebagai syarat sahnya suatu perjanjian. Meskipun demikian, perlu diperhatikan  bahwa terhadap asas konsensualisme terdapat pengecualian. Yaitu dalam perjanjian riil dan perjanjian formil yang mensyaratkan adanya penyerahan atau memnuhi bentuk tertentu yang disyaratkan oleh undang undang.

  • Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)

Setiap orang dapat secara bebas membuat perjanjian selama memenuhi syarat sahnya perjanjian dan tidak melanggar hukum, kesusilaan serta ketertiban umum. Menurut pasal 1338 ayat (1) KUH perdata, “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” “semua perjanjian” berarti perjanjian apapun, diantara siapapun. Tapi kebebasan itu tetap ada batasnya, yaitu selama kebebasan itu tetap berada didalam batas-batas persyaratannya, serta tidak melanggar hukum (undang-undang), kesusilaan (pornografi, pornoaksi) dan ketertiban umum (misalnya perjanjian membuat provokasi kerusuhan).
Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
a.       membuat atau tidak membuat perjanjian;
b.      mengadakan perjanjian dengan siapa pun;
c.       menentukan isis perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, serta
d.      menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan. 

  • Asas Kepastian Hukum (pacta sunt servanda)

Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.   Jika terjadi sengketa dalam pelaksaan perjanjian, misalnya salah satu pihak ingkar janji (wanprestasi), maka hakim dengan keputusannya dapat memaksa agar pihak yang melanggar itu melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai perjanjian – bahkan  hakim dapat memerintahkan pihak yang lain membayar ganti rugi. Putusan pengadilan bahwa hak daan kewajiban para pihak dalam perjanjian memiliki kepastian hukum- secara pasti memiliki perlindungan hukum. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPer.

Sumber :
http://www.jurnalhukum.com/asas-asas-perjanjian/
http://www.legalakses.com/asas-asas-perjanjian/
http://hukumindonesia-laylay.blogspot.com/2012/02/asas-asas-perjanjian.html