Hak Atas
Kekayaan Intelektual merupakan hak yang diberikan kepada orang-orang atas hasil
dari buah pikiran mereka. Biasanya hak eksklusif tersebut diberikan atas
penggunaan dari hasil buah pikiran si pencipta dalam kurun waktu tertentu. HAKI
adalah hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir
manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya, yang
memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia, juga
mempunyai nilai ekonomis. Setiap bisnis tentunya tidak pernah lepas dari Hak
Kekayaan Intelektual (HKI) seperti produk, merek dan patent. Di era digital dan
global ini, melindungi sebuah merek dagang serta patent sangat penting. Sejarah
sudah membuktikan bahwa banyak sekali bisnis yang tumbuh besar dan meraup
keuntungan yang sangat besar karena mereka mampu memanfaatkan kekuatan merek
dan invention mereka. Ini adalah cara kita
mengetahui sebuah produk, merek dan patent tersebut bisa memiliki HAKI yaitu.
Pada Pasal 6 ayat (1) huruf a dan b UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek permohonan
pendaftaran merek harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek
tersebut:
a. Mempunyai
persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek milik pihak lain yang
sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis.
b. Mempunyai
persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek yang sudah terkenal
milik pihak lain untuk barang dan/atau sejenisnya.
Persamaan pada
pokoknya yang adalah kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur yang dapat
menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara penempatan,
susunan warna, cara penulisan antara unsur-unsur atau persamaan bunyi ucapan. Bila
produk yang kita temukan berbeda dengan produk lain dari yang dijelaskan diatas
baru kita bisa mendaftarkannya ke Ditjen HKI dan dari situ produk kita bisa menjadi
produk yang memiliki HAKI. Apabila sebuah produk, merek dan patent sudah
memiliki HAKI pemegang dapat melakukan usahanya dengan tenang tanpa gangguan
dari pihak lain.
Istilah HAKI
merupakan terjemahan dari Intellectual Property Right (IPR),
sebagaimana diatur dalam undang-undang No. 7 Tahun 1994 tentang pengesahan WTO
(Agreement Establishing The World Trade Organization). Pengertian Intellectual
Property Right sendiri adalah pemahaman mengenai hak atas kekayaan yang
timbul dari kemampuan intelektual manusia, yang mempunyai hubungan dengan hak
seseorang secara pribadi yaitu hak asasi manusia (human right). Di Indonesia,
HAKI mulai populer memasuki tahun 2000 – sekarang.
Tetapi ketika
kepopulerannya itu sudah mencapa puncaknya, grafiknya menurun. Ketika mengalami
penurunan, muncul lah hukum siber (cyber), yang ternyata perkembangan dari HAKI
itu sendiri. Jadi, HAKI akan terbawa terus seiring dengan ilmu-ilmu yang baru.
seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang tidak pernah berhenti
berinovasi. Peraturan perundangan HAKI di
Indonesia dimulai sejak masa penjajahan Belanda. Setelah Indonesia merdeka,
Menteri Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman No. JS 5/41 tanggal 12 Agustus
1953 dan No. JG 1/2/17 tanggal 29 Agustus 1953 tentang Pendaftaran Sementara
Paten.
Pada tahun
1961, Pemerintah RI mengesahkan Undang-undang No. 21 Tahun 1961 tentang Merek.
Kemudian pada tahun 1982, Pemerintah juga mengundangkan Undang-undang No. 6
Tahun 1982 tentang Hak Cipta. Di bidang paten, Pemerintah mengundangkan
Undang-undang No. 6 Tahun 1989 tentang Paten yang mulai efektif berlaku tahun
1991. Di tahun 1992, Pemerintah mengganti Undang-undang No. 21 Tahun 1961
tentang Merek dengan Undang-undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek.
Pengaturan
HAKI secara pokok (dalam UU) dapat dikatakan telah lengkap dan memadai.
Dikatakan lengkap, karena menjangkau ke-7 jenis HAKI yang telah disebutkan di
atas. Dikatakan memadai, karena dalam kaitannya dengan kondisi dan kebutuhan
nasional, dengan beberapa catatan, tingkat pengaturan tersebut secara
substantif setidaknya telah memenuhi syarat minimal yang ditentukan pada
Perjanjian Internasional yang pokok di bidang HAKI.
Sejalan dengan
masuknya Indonesia sebagi anggota WTO/TRIP’s dan diratifikasinya beberapa
konvensi internasional di bidang HAKI sebagaimana dijelaskan pada pengaturan
HAKI di internasional tersebut di atas, maka Indonesia harus menyelaraskan
peraturan perundang-undangan di bidang HAKI. Untuk itu, pada tahun 1997
Pemerintah merevisi kembali beberapa peraturan perundangan di bidang HAKI,
dengan mengundangkan:
Undang-undang No. 12 Tahun 1997
tentang Perubahan atas Undang-undang No. 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1987 tentang Hak Cipta
Undang-undang No. 13 Tahun 1997
tentang Perubahan atas Undang-undang No. 6 Tahun 1989 tentang Paten
Undang-undang No. 14 Tahun 1997
tentang Perubahan atas Undang-undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek
Selain ketiga undang-undang
tersebut di atas, undang-undang HAKI yang menyangkut ke-7 HAKI antara lain:
1) Undang-undang No. 19 Tahun
2002 tentang Hak Cipta
2) Undang-undang No. 14 Tahun
2001 tentang Paten
3) Undang-undang No. 15 Tahun
2001 tentang Merk
4) Undang-undang No. 30 Tahun
2000 tentang Rahasia Dagang
5) Undang-undang No. 31 Tahun
2000 tentang Desain Industri
6) Undang-undang No. 32 Tahun
2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
7) Undang-undang No. 29 Tahun
2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman
Dengan pertimbangan masih perlu dilakukan
penyempurnaan terhadap undang-undang tentang hak cipta, paten, dan merek yang
diundangkan tahun 1997, maka ketiga undang-undang tersebut telah direvisi
kembali pada tahun 2001. Selanjutnya telah diundangkan:
Undang-undang No. 14 Tahun 2001
tentang Paten
Undang-undang No. 15 Tahun 2001
tentang Merek (khusus mengenai revisi UU tentang Hak Cipta saat ini masih dalam
proses pembahasan di DPR).
Hukum Kekayaan Intelektual (HAKI) di bidang
hak cipta memberikan sanksi jika terjadi pelanggaran terhadap tindak pidana di
bidang hak cipta yaitu pidana penjara dan/atau denda, hal ini sesuai dengan
ketentuan pidana dan/atau denda dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
sebagai berikut:
Pasal 72 ayat (1) : Barangsiapa
dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling
sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7
(tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (lima miliar
rupiah).
Pasal 72 ayat (2) : Barangsiapa
dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum
suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta
rupiah).
Pasal 72 ayat (3) : Barangsiapa
dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan
komersial suatu program komputer, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta
rupiah).
Pasal 72 ayat (4) : Barangsiapa
melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).
Pasal 72 ayat (5) : Barangsiapa
dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal 49 ayat (3) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 72 ayat (6) : Barangsiapa
dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 72 ayat (7) : Barangsiapa
dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,-
(seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 72 ayat (8) : Barangsiapa
dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,-
(seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 72 ayat (9) : Barangsiapa
dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh
juta rupiah).
Pasal 73 ayat (1) : Ciptaan atau
barang yang merupakan hasil tindak pidana hak cipta atau hak terkait serta
alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh
negara untuk dimusnahkan.
Pasal 73 ayat (2) : Ciptaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bidang seni dan bersifat unik, dapat
dipertimbangkan untuk tidak dimusnahkan.
Yes, trims infonya, sangat bermanfaat bagi saya, soalnya saya sedang menjalin kerjasama dengan teman saya membuat intellectual property
BalasHapusBtw untuk anda anda yang mau buat CV dengan biaya pendirian cv hemat, silahkan klik ya,
-Salam-