Perekonomian
Indonesia pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2010
mengalami perkembangan yang sangat baik. Terbukti Perekonomian Indonesia mampu
bertahan dari ancaman pengaruh krisis ekonomi dan financial yang terjadi di zona
Eropa. Pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berhasil mendobrak dan menjadi
katarsis terhadap kebuntuan tersebut. Korupsi dan kemiskinan tetap menjadi
masalah di Indonesia. Namun setelah beberapa tahun berada dalam kepemimpinan
Nasional yang tidak menentu Susilo Bambang Yudhoyono telah berhasil menciptakan
kestabilan politik dan ekonomi di Indonesia. Namun masalah-masalah lain tetap
ada. Pertama, pertumbuhan makro ekonomi yang pesat belum menyentuh seluruh
lapisan masyarakat secara menyeluruh.
Ekonomi
Pada
pemerintahan SBY kebijakan yang dilakukan adalah mengurangi subsidi Negara
Indonesia, atau menaikkan harga Bahan Bahan Minyak (BBM), kebijakan bantuan
langsung tunai kepada rakyat miskin akan tetapi bantuan tersebut diberhentikan
sampai pada tangan rakyat atau masyarakat yang membutuhkan, kebijakan
menyalurkan bantuan dana BOS kepada sarana pendidikan yang ada di Negara
Indonesia. Akan tetapi pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dalam
perekonomian Indonesia terdapat masalah dalam kasus Bank Century yang sampai
saat ini belum terselesaikan bahkan sampai mengeluarkan biaya 93 miliar untuk
menyelesaikan kasus Bank Century ini.
Kondisi
perekonomian pada masa pemerintahan SBY mengalami perkembangan yang sangat
baik. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh pesat di tahun 2010 seiring
pemulihan ekonomi dunia pasca krisis global yang terjadi sepanjang 2008 hingga
2009.
Bank Indonesia
(BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 5,5-6 persen
pada 2010 dan meningkat menjadi 6-6,5 persen pada 2011. Dengan demikian prospek
ekonomi Indonesia akan lebih baik dari perkiraan semula.
Sementara itu,
pemulihan ekonomi global berdampak positif terhadap perkembangan sektor
eksternal perekonomian Indonesia. Kinerja ekspor nonmigas Indonesia yang pada
triwulan IV-2009 mencatat pertumbuhan cukup tinggi yakni mencapai sekitar 17
persen dan masih berlanjut pada Januari 2010.
Salah satu
penyebab utama kesuksesan perekonomian Indonesia adalah efektifnya kebijakan
pemerintah yang berfokus pada disiplin fiskal yang tinggi dan pengurangan utang
Negara.Perkembangan yang terjadi dalam lima tahun terakhir membawa perubahan
yang signifikan terhadap persepsi dunia mengenai Indonesia. Namun
masalah-masalah besar lain masih tetap ada. Pertama, pertumbuhan makroekonomi
yang pesat belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat secara menyeluruh.
Walaupun Jakarta identik dengan vitalitas ekonominya yang tinggi dan kota-kota
besar lain di Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat, masih banyak
warga Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Tingkat
pertumbuhan ekonomi periode 2005-2007 yang dikelola pemerintahan SBY-JK relatif
lebih baik dibanding pemerintahan selama era reformasi dan rata-rata
pemerintahan Soeharto (1990-1997) yang pertumbuhan ekonominya sekitar 5%.
Tetapi, dibanding kinerja Soeharto selama 32 tahun yang pertumbuhan ekonominya
sekitar 7%, kinerja pertumbuhan ekonomi SBY-JK masih perlu peningkatan.
Pertumbuhan ekonomi era Soeharto tertinggi terjadi pada tahun 1980 dengan angka
9,9%. Rata-rata pertumbuhan ekonomi pemerintahan SBY-JK selama lima tahun
menjadi 6,4%, angka yang mendekati target 6,6%.
Kebijakan
menaikkan harga BBM 1 Oktober 2005, dan sebelumnya Maret 2005, ternyata
berimbas pada situasi perekonomian tahun-tahun berikutnya. Pemerintahan SBY-JK
memang harus menaikkan harga BBM dalam menghadapi tekanan APBN yang makin berat
karena lonjakan harga minyak dunia. Kenaikan harga BBM tersebut telah mendorong
tingkat inflasi Oktober 2005 mencapai 8,7% (MoM) yang merupakan puncak tingkat
inflasi bulanan selama tahun 2005 dan akhirnya ditutup dengan angka 17,1% per
Desember 30, 2005 (YoY). Penyumbang inflasi terbesar adalah kenaikan biaya
transportasi lebih 40% dan harga bahan makanan 18%.Core inflation pun naik
menjadi 9,4%, yang menunjukkan kebijakan Bank Indonesia (BI) sebagai pemegang
otoritas moneter menjadi tidak sepenuhnya efektif. Inflasi yang mencapai dua
digit ini jauh melampaui angka target inflasi APBNP II tahun 2005 sebesar 8,6%.
Inflasi sampai bulan Februari 2006 (YoY) masih amat tinggi 17,92%, bandingkan
dengan Februari 2005 (YoY) 7,15% atau Februari 2004 (YoY) yang hanya 4,6%.
Efek inflasi
tahun 2005 cukup berpengaruh terhadap tingkat suku bunga Sertifikat Bank
Indonesia (SBI), yang menjadi referensi suku bunga simpanan di dunia perbankan.
Data Harga Bahan Bakar Minyak
2004 vs 2009 (Naik)
Harga
|
2004
|
2009
|
Catatan
|
Minyak Mentah Dunia /
barel
|
~ USD 40
|
~ USD 45
|
Harga hampir sama
|
Premium
|
Rp 1810
|
Rp 4500
|
Naik 249%
|
Minyak Solar
|
Rp 1890
|
Rp 4500
|
Naik 238%
|
Minyak Tanah
|
Rp 700
|
Rp 2500
|
Naik 370%
|
Dengan kondisi
harga minyak yang sudah turun dibawah USD 50 per barel, namun harga jual
premium yang masih Rp 4500 per liter (sedangkan harga ekonomis ~Rp 3800 per
liter). Maka sangat ironis bahwa dalam kemiskinan, para supir angkot harus
mensubsidi setiap liter premium yang dibelinya kepada pemerintah. Sungguh
ironis ditengah kelangkaan minyak tanah, para nelayan turut mensubsidi setiap
liter solar yang dibelinya kepada pemerintah. Dalam kesulitan ekonomi global,
pemerintah bahkan memperoleh keuntungan Rp 1 triluin dari penjualan premium dan
solar kepada rakyatnya sendiri. Inilah sejarah yang tidak dapat dilupakan.
Selama lebih 60 tahun merdeka, pemerintah selalu membantu rakyat miskin dengan
menjual harga minyak yang lebih ekonomis (dan rendah), namun sekarang sudah
tidak lagi rakyatlah yang mensubsidi pemerintah.
Berdasarkan
janji kampanye dan usaha untuk merealisasikan kesejahteraan rakyat, pemerintah
SBY-JK selama 4 tahun belum mampu memenuhi target janjinya yakni pertumbuhan
ekonomi rata-rata di atas 6.6%. Sampai tahun 2008, pemerintah SBY-JK hanya
mampu meningkatkan pertumbuhan rata-rata 5.9% padahal harga barang dan jasa
(inflasi) naik di atas 10.3%. Ini menandakan secara ekonomi makro, pemerintah
gagal mensejahterakan rakyat. Tidak ada prestasi yang patut diiklankan oleh
Demokrat di bidang ekonomi.
Pertumbuhan
|
Janji Target
|
Realisasi
|
Keterangan
|
2004
|
ND
|
5.1%
|
|
2005
|
|
5.6%
|
Tercapai
|
2006
|
6.1%
|
5.5%
|
Tidak tercapai
|
2007
|
6.7%
|
6.3%
|
Tidak tercapai
|
2008
|
7.2%
|
|
Tidak tercapai
|
2009
|
7.6%
|
~5.0%
|
Tidak tercapai *
|
Tingkat Inflasi 2004-2009 (Naik)
Secara alami, setiap tahun
inflasi akan naik. Namun, pemerintah akan dikatakan berhasil secara makro
ekonomi jika tingkat inflasi dibawah angka pertumbuhan ekonomi. Dan faktanya
adalah inflasi selama 4 tahun2 kali lebih besar dari pertumbuhan ekonomi.
Tingkat Inflasi
|
Janji Target
|
Fakta
|
Catatan Pencapaian
|
2004
|
|
6.4%
|
|
2005
|
7.0%
|
17.1%
|
Gagal
|
2006
|
5.5%
|
6.6%
|
Gagal
|
2007
|
5.0%
|
6.6%
|
Gagal
|
2008
|
4.0%
|
11.0%
|
Gagal
|
Selama 4 tahun pemerintahan,
Demokrat yang terus mendukung SBY tidak mampu mengendalikan harga barang dan
jasa sesuai dengan janji yang tertuang dalam kampanye dan RPM yakni
rata-rata mengalami inflasi 5.4% (2004-2009) atau 4.9% (2004-2008). Fakta yang
terjadi adalah harga barang dan jasa meroket dengan tingkat inflasi rata-rata
10.3% selama periode 2004-2008. Kenaikan harga barang dan jasa melebihi 200%
dari target semula.
Jumlah Penduduk Miskin
Sasaran pertama adalah
pengurangan kemiskinan dan pengangguran dengan target berkurangnya
persentase penduduk tergolong miskin dari 16,6 persen pada
tahun 2004 menjadi 8,2 persen pada tahun 2009 dan
berkurangnya pengangguran terbuka dari 9,5 persen pada tahun 2003 menjadi 5,1
persen pada tahun 2009.
Penduduk Miskin
|
Jumlah
|
Persentase
|
Catatan
|
2004
|
36.1 juta
|
16.6%
|
|
2005
|
35.1 juta
|
16.0%
|
Februari 2005
|
2006
|
39.3 juta
|
17.8%
|
Maret 2006
|
2007
|
37.2 juta
|
16.6%
|
Maret 2007
|
2008
|
35.0 juta
|
15.4%
|
Maret 2008
|
2009
|
|
8.2% ????
|
|
Koalisi Organisasi Masyarakat
Sipil mencatat, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla
memperbesar utang dalam jumlah sangat besar. Posisi utang tersebut merupakan
utang terbesar sepanjang sejarah RI.
Koalisi terdiri dari
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran
Perkumpulan Prakarsa
Perhimpunan Pengembangan Pesantren & Masyarakat (P3M)
Gerakan Anti pemiskinan Rakyat Indonesia
Lembaga Advokasi Pendidikan Anak Marginal
Pusat Telaah dan Informasi Regional
Asosiasi pendamping Perempuan Usaha Kecil dan
Publish What You Pay
Berdasarkan
catatan koalisi, utang pemerintah sampai Januari 2009 meningkat 31 persen dalam
lima tahun terakhir. Posisi utang pada Desember 2003 sebesar Rp 1.275 triliun.
Adapun posisi utang Janusari 2009 sebesar Rp 1.667 triliun atau naik Rp 392
triliun. Apabila pada tahun 2004, utang per kapita Indonesia Rp 5,8 juta per
kepala, pada Februari 2009 utang per kapita menjadi Rp 7,7 juta per kepala.
Memerhatikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009, koalisi
menilai rezim sekarang ini adalah rezim anti-subsidi. Hal itu dibuktikan dengan
turunnya secara drastis subsidi. Pada tahun 2004 jumah subsidi masih sebesar
6,3 persen dari produk domestik bruto. Namun, sampai 2009, jumlah subsidi untuk
kepentingan rakyat tinggal 0,3 persen dari PDB.
Kesimpulan yang
dapat ditarik adalah bahwa Indonesia masih memerlukan banyak perbaikan. Namun
apa yang telah dicapai selama ini merupakan hasil dari visi dan perencanaan
pemerintahan SBY. Dapat dibayangkan hal-hal lain yang akan terjadi dalam
pemerintahan yang akan berjalan untuk beberapa tahun ke depan lagi.
Kesimpulan
Pada masa
pemerintahan Presiden Susilo BambangYudhoyono, terjadi banyak kemajuan di
berbagai bidang terutama dalam bidang EKONOMI. Hal ini di karenakan kemajuan
teknologi dan kebebasan berpendapat membuat kemajuan di bidang ekonomi. Namun,
terdapat beberapa kemunduran juga. Kita tidak dapat melihat kesuksesan suatu
pemerintahan hanya dengan satu pandangan. Kita harus memandang dari berbagai
sisi. Jika dibandingkan dengan pemerintahan pada masa Orde Baru, memang dalam
beberapa bidang terlihat kemunduran. Tetapi bisa saja hal ini dikarenakan pada
masa Orde Baru kebebasan pers dikekang sehingga bagian buruk pada Orde Baru
tidak terlihat. Dimasa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, musyawarah
mufakat diutamakan. Walaupun begitu belum banyak target pertumbuhan ekonomi
yang bisa dicapai oleh pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Sehingga
pengambilan kebijakan terkesan lambat. Meski begitu, musyawarah mufakat kini
dilakukan untuk kepentingan bersama dan juga dukungan serta kerjasama mendukung
pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Sehingga dapat dikatakan, pada masa
pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono telah cukup berkembang dibandingkan
masa-masa sebelumnya dalam hal demokrasi.
Sedangkan pada Tahun 2014 merupakan tahun krusial bagi Indonesia dan mengingatkan kita
semua pada bagaimana ekonomi Indonesia di tahun politik yaitu di tahun 1999,
2004 dan 2009.
Meskipun secara detil, ketiga periode tersebut
memiliki karakteristik unik bila dibandingkan dengan tahun 2014, namun terdapat
sejumlah trend dan arah kesamaan kondisi diantaranya pembangunan ekonomi
dijalankan di tengah persaingan politik.
Bagi pakar ekonomi Prof. Firmanzah PhD, bila
dibandingkan dengan 2009, situasi 2014 memiliki kemiripan dimana satu tahun
sebelumnya ekonomi nasional menghadapi tantangan yang bersumber eksternal.
“Bila di tahun 2009, kita fokus untuk memitigasi
dampak krisis Suprime-Mortgage, di tahun 2014 ekonomi kita juga masih harus
memitigasi resiko gejolak pasar keuangan dunia akibat pengurangan stimulus
moneter Bank Sentral Amerika Serikat,” kata Firmanzah dalam perbincangan
melalui sambungan telepon Senin (20/1) pagi.
Namun secara umum, Staf Khusus Presiden Bidang
Ekonomi dan Pembangunan itu menilai, ekonomi Indonesia satu tahun jelang Pemilu
2014 semakin menunjukkan resiliensi.
ada beberapa data pertumbuhan ekonomi di tahun 2013
Pertumbuhan ekonomi 2013 diperkirakan berada dalam
rentan 5,7-5,8 persen. PDB nominal pada 2013 mencapai lebih dari 946 miliar
dollar AS. Rasio defisit fiskal terhadap PDB tetap terjaga sehat dibawah 3
persen. Realisasi investasi diperkirakan melampui Rp.
390 triliun. Inflasi 2013 sebesar 8,38 persen jauh
lebih kecil bila dibandingkan dengan inflasi dimana Pemerintah menaikkan harga
BBM bersubsidi pada 2005 yaitu sebesar 17 persen dan di tahun 2008 sebesar 11
persen. Cadangan devisa juga semakin menguat dan
mencapai 99,4 miliar miliar dollar AS. Sementara
kredit investasi, modal kerja dan konsumsi meskipun mengalami perlambatan namun
masih menunjukkan peningkatan yang signifikan.
“Pencapaian ini akan menjadi modal berharga bagi
ekonomi Indonesia menghadapi tahun politik 2014,” ujarnya.
Referensi:
http://setkab.go.id/berita-11805-firmanzah-prospek-ekonomi-2014-mirip-dengan-situasi-2009.html