CONTOH
KASUS PELANGGARAN ETIKA PROFESI AKUNTANSI
Tahun 1973 IAI menetapkan kode etik
bagi profesi akuntan di Indonesia, yang diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntan
Indonesia, yang mengatur standar mutu terhadap pelaksanaan pekerjaan akuntan,
guna menjaga kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan. Tahun 1998 Ikatan
Akuntan Indonesia menetapkan delapan prinsip etika yang berlaku bagi seluruh
anggota IAI baik di pusat maupun di daerah.
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia
dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang
berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada
instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan
tanggung-jawab profesionalnya. Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi
tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat
kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan public. Ada beberapa contoh tentang Pelanggaran Etika
Profesi Akuntansi yaitu :
1. Kasus
PT Muzatek Jaya 2004
Menkeu Sri Mulyani telah membekukan
ijin AP (Akuntan Publik) Drs Petrus M. Winata dari KAP Drs. Mitra Winata dan
Rekan selama 2 tahun yang terhitung sejak 15 Marit 2007, Kepala Biro Hubungan
Masyaraket Dep. Keuangan, Samsuar Said saat siaran pers pada Selasa (27/3),
menerangkan sanksi pembekuan dilakukan karena AP tersebut melakukan suatu
pelanggaran atas SPAP (Standar Profesional Akuntan Publik).
Pelanggaran tersebut berkaitan
dengan pelaksanaan pemeriksaan audit terhadap Laporan Keuangan PT. Muzatek Jaya
pada tahun buku 31 December 2004 yang dijalankan oleh Petrus. Dan selain itu
Petrus juga melakukan pelanggaran terhadap pembatasan dalam penugasan audit
yaitu Petrus malaksanakan audit umum terhadap Lap. keuangan PT. Muzatek Jaya
dan PT. Luhur Arta Kencana serta kepada Apartement Nuansa Hijau mulai tahun
buku 2001. hingga tahun 2004.
2. Kasus PT KAI
2006
Komisaris PT KAI (Kereta Api
Indonesia) mengungkapkan bahwa ada manipulasi laporan keuangan dalam PT KAI
yang seharusnya perusahaan mengalami kerugian tetapi dilaporkan mendapatkan
keuntungan.
“Saya mengetahui ada sejumlah pos-pos yang seharusnya
dilaporkan sebagai beban bagi perusahaan tapi malah dinyatakan sebagai aset
perusahaan, Jadi disini ada trik-trik akuntansi,” kata Hekinus Manao, salah
satu Komisaris PT. KAI di Jakarta, Rabu.
Dia menyatakan, hingga saat ini dirinya tidak mau untuk
menandatangani laporan keuangan tersebut karena adanya ketidak-benaran dalam
laporan keuangan itu
|
“Saya tahu bahwa laporan yang sudah diperiksa akuntan
publik, tidak wajar karena sedikit banyak saya mengerti ilmu akuntansi yang
semestinya rugi tapi dibuat laba,” lanjutnya.
Karena tidak ada tanda-tangan dari satu komisaris PT KAI,
maka RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) PT Kereta Api harus dipending yang
seharusnya dilakukan pada awal Juli 2006.
3. Kasus
Kredit Macet BRI Cabang Jambi 2010
Kredit Macet Hingga Rp. 52 Miliar,
Akuntan Publik Diduga Terlibat seorang akuntan publik yang menyusun laporan
keuangan Raden Motor yang bertujuan mendapatkan hutang atau pinjaman modal
senilai Rp. 52 miliar dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Jambi pada tahun
2009 diduga terlibat dalam kasus korupsi kredit macet. Terungkapnya hal ini
setelah Kejati Provinsi Jambi mengungkap kasus tersebut pada kredit macet yang
digunakan untuk pengembangan bisnis dibidang otomotif tersebut. Fitri Susanti,
yang merupakan kuasa hukum tersangka Effendi Syam, pegawai BRI Cabang Jambi
yang terlibat kasus tersebut, Selasa [18/5/2010] menyatakan, setelah klien-nya
diperiksa dan dicocokkan keterangannya dengan para saksi-saksi, terungkap adaa
dugaan keterlibatan dari Biasa Sitepu yang adalah sebagai akuntan publik pada
kasus ini.
Hasil pemeriksaan yang kemudian
dikonfrontir keterangan tersangka dengan para saksi Biasa Sitepu, terungkap ada
terjadi kesalahan dalam pelaporan keuangan perusahaan Raden Motor dalam
pengajuan pinjaman modal ke BRI Cabang Jambi.
Ada 4 aktivitas data pada laporan
keuangan tersebut yang tidak disajikan dalam laporan oleh akuntan publik
sehingga terjadi kesalahan dalam proses kreditnya dan ditemukan dugaan
korupsi-nya
“Ada 4 aktivitas laporan keuangan
Raden Motor yang tidak dimasukan kedalam laporan keuangan yang diajukan ke Bank
BRI, hingga menjadi sebuah temuan serta kejanggalan dari pihak kejaksaan untuk
mengungkap kasus kredit macet ini.” tegas Fitr. Keterangan serta fakta tsb.
terungkap setelah tersangka Effendi Syam, diperiksa dan dibandingkan
keterangannya dengan keterangan saksi Biasa Sitepu yang berperan sebagai
akuntan publik dalam kasus ini di Kejati Jambi. Seharusmya data-data laporan
keuangan Raden Motor yang diajukan harus lengkap, tetapi didalam laporan
keuangan yang diberikan oleh tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden
Motor ada data-data yang diduga tidak disajikan dengan seharusnya dan tidak
lengkap oleh akuntn publik.
Tersangka Effendi Syam berharap
penyidik di Kejati Jambi bisa melaksanakan pemeriksaan dan mengungkap kasus
secara adil dan menetapkan pihak pihak yang juga terlibat dalam kasus tersebut,
sehingga semuanya terungkap. Sementara itu, penyidik Kejaksaan masih belum mau
berkomentar lebih banyak atas temuan tersebut.
Kasus kredit macet itu terungkap,
setelah pihak kejaksaan menerima laporan tentang adanya penyalah-gunaan kredit
yang diajukan oleh tersangka Zein Muhamad sebagai pemilik Raden Motor.
Sementara ini pihak Kejati Jambi masih menetapkan 2 tersangka, yaitu Zein
Muhamad sebagai pemilik Raden Motor yang mengajukan kredit dan Effedi Syam dari
pihak BRI cabang jambi sebagai pejabat yang menilai pengajuan sebuah kredit.
4. Mulyana
W Kusuma - Anggota KPU 2004
Kasus anggota KPU ini terjadi pada
tahun 2004, Mulyana W Kusuma yan menjadi seorang anggota KPU (Komisi Pemilihan
Umum) diduga telah menyuap anggota BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) yang ketika
itu melaksanakan audit keuangan terhadap pengadaan logistik pemilu. Logistik
pemili tersebut berupa kotak suara, amplop suara, surat suara, tinta, serta
tekhnologi informasi. Setelah pemeriksaan dilaksanakan, BPK meminta untuk
dilakukan suatu penyempurnaan laporan. Setelah penyempurnaan laporan dilakukan,
BPK menyatakan bahwa laporan yang dihasilkan lebih baik dari laporan
sebelumnya, kecuali mengenai laporan teknologi informasi. Maka disepakati
laporan akan dilakukan periksaan kembali satu bulan setelahnya.
Setelah satu bulan terlewati
ternyata laporannya tak kunjung selesai dan akhirnya diberikan tambahan waktu.
Di saat penambahan waktu ini terdengar kabar mengenai penangkapan Mulyana W
Kusuma. Dia ditangkap karena tuduhan akan melakukan tindakan penyuapan kepada
salah satu anggota tim auditor dari BPK, yaitu Salman Khairiansyah. Tim KPK
bekerja sama dengan pihak auditor BPK dalam penangkapan tersebut. Menurut
Khoiriansyah, dia bersama Komisi Pemberantas Korupsi mencoba merangkap usaha
penyuapan yang dilakukan oleh Mulyana menggunakan perekam gambar pada 2 kali
pertemuan.
Penangkapan Mulyana ini akhirnya
menimbulkan pro-kontra. Ada pihak yang memberikan pendapat Salman turut berjasa
dalam mengungkap kasus ini, tetapi lain pihak memberikan pendapat Salman tak
sewajarnya melakukan tindakan tersebut karena hal yang dilakukan itu melanggar
kode etik
5. Kasus
Malinda Dee - Citibank
Malinda Dee, 47 tahun, Terdakwa atas
kasus pembobolan dana Citybank, terbukti diketahui memindahkan beberapa dana
nasabah dengan memalsukan tandatangan nasabah didalam formulir
transfer. Kejadian ini terungkap didalam dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum
dalam sidang perdana di PN Jakarta Selatan, Selasa [8/11/2011]. "Sebagian
tandatangan yang tertera pada blangko formulir transfer adalah tanda-tangan
nasabah." ujar Tatang Sutarma, Jaksa Penuntut Umum.
Malinda berhasil memalsukan
tandatangan Rohli bin Pateni. Pemalsuan dilakukan hingga 6 kali pada formulir
transfer Citibank nomor AM 93712 yang bernilai 150.000 dollar AS pada tanggal
31 Agustus 2010. Pemalsuan tanda tangan dilakukan juga di formulir nomor AN
106244 yang dikirim ke PT. Eksklusif Jaya Perkasa sebesar Rp. 99 juta. Dalam
transaksi transfer ini, Malinda dee menulis "Pembayaran Bapak Rohli
untuk pembayaran interior", pada kolom pesan.
Pemalsuan tanda tangan yang lain
pada formulir nomor AN 86515 tanggal 23 Desember 2010 dengan penerima PT. Abadi
Agung Utama. "Penerima Bank Artha Graha senilai Rp. 50 juta dan pada kolom
pesan tertulis DP pembelian unit 3 lantei 33 combin unit." baca jaksa
penuntut umum. Juga dengan menggunakan nama serta tanda-tangan palsu
Rohli, Malinda Dee mengirim uang sebesar Rp. 250 juta pada formulir AN 86514
kepada PT. Samudera Asia Nasional tanggal 27 December 2010 dan AN 61489 sebesar
nilai yang sama pada tanggal 26 January 2011. Pun pemalsuan dalam formulir AN
134280 pengiriman kepada Rocky Deany C. Umbas senilai Rp. 50 juta tanggal 28
January 2011 pembayaran pemasangan CCTV, milik Rohli.
Adapun tanda-tangan palsu beratas
nama korban N. Susetyo Sutadji dilakukan sebanyak 5 kali, yaitu dalam formulir
Citibank No AJ 79026, AM 122339, AM 122330, AM 122340, dan juga AN 110601.
Malinda mengirim uang senilai Rp. 2 miliar kepada PT. Sarwahita Global
Management, Rp. 361 juta kepada PT. Yafriro International, Rp. 700 juta kepada
Leonard Tambunan. Dan 2 transaksi yang lain sebesar Rp. 500 juta dan Rp 150
juta dikirimkan kepada Vigor AW. Yoshuara secara berurutan.
"Hal ini telah sesuai dengan
keterangan saksi Rohli dan N. Susetyo Sutadji dan saksi Surjati T. Budiman
serta telah sesuai BAP (Berita Acara Pemeriksaan) Labaratoris Kriminalistis
Bareskrim Polri." jelasnya. Pengiriman uang serta pemalsuan tanda-tangan
ini tidak di sadari oleh ke-2 nasabah tersebut.
6. Kasus
KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono yang diduga menyuap pajak.
September tahun 2001,
KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono harus menanggung malu. Kantor akuntan
publik ternama ini terbukti menyogok aparat pajak di Indonesia sebesar US$ 75
ribu. Sebagai siasat, diterbitkan faktur palsu untuk biaya jasa profesional
KPMG yang harus dibayar kliennya PT Easman Christensen, anak perusahaan Baker
Hughes Inc. yang tercatat di bursa New York.
Berkat aksi sogok ini, kewajiban
pajak Easman memang susut drastis. Dari semula US$ 3,2 juta menjadi hanya US$
270 ribu. Namun, Penasihat Anti Suap Baker rupanya was-was dengan polah anak
perusahaannya. Maka, ketimbang menanggung risiko lebih besar, Baker melaporkan
secara suka rela kasus ini dan memecat eksekutifnya.
Badan pengawas pasar modal AS,
Securities & Exchange Commission, menjeratnya dengan Foreign Corrupt
Practices Act, undang-undang anti korupsi buat perusahaan Amerika di luar
negeri. Akibatnya, hampir saja Baker dan KPMG terseret ke pengadilan distrik
Texas. Namun, karena Baker mohon ampun, kasus ini akhirnya diselesaikan di luar
pengadilan. KPMG pun terselamatan.
7. Kasus
KAP (Kantor Akuntan Publik) Andersen dan Enron
Kasus KAP (Kantor Akuntan Publik)
Andersen dan Enron terungkap saat Enron mendaftarkan kebangkrutannya ke
pengadilan pada tanggal 2 Desember 2001. Saat itu terungkap, terdapat hutang
perusahaan yang tidak dilaporkan, yang menyebabkan nilai investasi dan laba
yang ditahan berkurang dalam jumlah yang sama. Sebelum kebangkrutan Enron
terungkap, KAP Andersen mempertahankan Enron sebagai klien perusahaan, dengan
memanipulasi laporan keuangan dan penghancuran dokumen atas kebangkrutan Enron,
dimana sebelumnya Enron menyatakan bahwa pada periode pelaporan keuangan yang
bersangkutan tersebut, perusahaan mendapatkan laba bersih sebesar $ 393,
padahal pada periode tersebut perusahaan mengalami kerugian sebesar $ 644 juta
yang disebabkan oleh transaksi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang
didirikan oleh Enron.
8. Kasus
Sembilan KAP yang diduga melakukan kolusi dengan kliennya
Jakarta, 19 April 2001 .Indonesia
Corruption Watch (ICW) meminta pihak kepolisian mengusut sembilan Kantor
Akuntan Publik, yang berdasarkan laporan Badan Pengawas Keuangan dan
Pembangunan (BPKP), diduga telah melakukan kolusi dengan pihak bank yang pernah
diauditnya antara tahun 1995-1997. Koordinator ICW Teten Masduki kepada
wartawan di Jakarta, Kamis, mengungkapkan, berdasarkan temuan BPKP, sembilan
dari sepuluh KAP yang melakukan audit terhadap sekitar 36 bank bermasalah
ternyata tidak melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar
audit.
Hasil audit tersebut ternyata tidak
sesuai dengan kenyataannya sehingga akibatnya mayoritas bank-bank yang diaudit
tersebut termasuk di antara bank-bank yang dibekukan kegiatan usahanya oleh
pemerintah sekitar tahun 1999. Kesembilan KAP tersebut adalah AI & R, HT
& M, H & R, JM & R, PU & R, RY, S & S, SD & R, dan RBT
& R. “Dengan kata lain, kesembilan KAP itu telah menyalahi etika profesi.
Kemungkinan ada kolusi antara kantor akuntan publik dengan bank yang diperiksa
untuk memoles laporannya sehingga memberikan laporan palsu, ini jelas suatu
kejahatan,” ujarnya. Karena itu, ICW dalam waktu dekat akan memberikan laporan
kepada pihak kepolisian untuk melakukan pengusutan mengenai adanya tindak
kriminal yang dilakukan kantor akuntan publik dengan pihak perbankan.
ICW menduga, hasil laporan KAP itu
bukan sekadar “human error” atau kesalahan dalam penulisan laporan keuangan
yang tidak disengaja, tetapi kemungkinan ada berbagai penyimpangan dan
pelanggaran yang dicoba ditutupi dengan melakukan rekayasa akuntansi. Teten
juga menyayangkan Dirjen Lembaga Keuangan tidak melakukan tindakan
administratif meskipun pihak BPKP telah menyampaikan laporannya, karena itu
kemudian ICW mengambil inisiatif untuk mengekspos laporan BPKP ini karena
kesalahan sembilan KAP itu tidak ringan. “Kami mencurigai, kesembilan KAP itu
telah melanggar standar audit sehingga menghasilkan laporan yang menyesatkan
masyarakat, misalnya mereka memberi laporan bank tersebut sehat ternyata dalam
waktu singkat bangkrut. Ini merugikan masyarakat. Kita mengharapkan ada
tindakan administratif dari Departemen Keuangan misalnya mencabut izin kantor
akuntan publik itu,” tegasnya. Menurut Tetan, ICW juga sudah melaporkan
tindakan dari kesembilan KAP tersebut kepada Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) dan sekaligus meminta supaya dilakukan tindakan etis terhadap
anggotanya yang melanggar kode etik profesi akuntan.
9. Laporan
Keuangan Ganda Bank Lippo Tahun 2002
Kasus ini merupakan kasus dimana
Bank Lippo melakukan pelaporan laporan keuangan ganda pada tahun 2002. Kasus
Lippo bermula dari adanya tiga versi laporan keuangan yang ditemukan oleh
Bapepam untuk periode 30 September 2002, yang masing-masing berbeda. Berikut
laporan keuangan tersebut :
·
Laporan
pertama, yang diberikan kepada publik atau diiklankan melalui media massa pada
28 November 2002.
·
Laporan
kedua, yang diberikan kepada BEJ pada 27 Desember 2002.
·
Laporan
ketiga, yang disampaikan akuntan publik, dalam hal ini kantor akuntan publik
Prasetio,
Sarwoko dan Sandjaja dengan auditor Ruchjat Kosasih dan disampaikan kepada
manajemen Bank Lippo pada 6 Januari 2003.
Dari ketiga versi laporan keuangan
tersebut yang benar-benar telah diaudit dan mencantumkan ”opini wajar tanpa
pengecualian” adalah laporan yang disampaikan pada 6 Januari 2003. Dimana dalam
laporan itu disampaikan adanya penurunan AYDA (agunan yang diambil alih)
sebesar Rp 1,42 triliun, total aktiva Rp 22,8 triliun, rugi bersih sebesar Rp
1,273 triliun dan CAR sebesar 4,23 %. Untuk laporan keuangan yang diiklankan
pada 28 November 2002 ternyata terdapat kelalaian manajemen dengan mencantumkan
kata audit. Padahal laporan tersebut belum diaudit, dimana angka yang tercatat
pada saat diiklankan adalah AYDA sebesar Rp 2,933 triliun, aktiva sebesar Rp
24,185 triliun, laba bersih tercatat Rp 98,77 miliar, dan CAR 24,77 %.
10. Kasus WorldCom.
WorldCom pada awalnya merupakan
perusahaan penyedia layanan telpon jarak jauh. Selama tahun 90an perusahaan ini
melakukan beberapa akuisisi terhadap perusahaan telekomunikasi lain yang
kemudian meningkatkan pendapatnnya dari $152 juta pada tahun 1990 menjadi $392
milyar pada 2001, yang pada akhirnya menempatkan WorldCom pada posisi ke 42
dari 500 perusahaan lainnya menurut versi majalah fortune.
Pada tahun 1990 terjadi masalah
fundamental ekonomi pada WorldCom yaitu terlalu besarnya kapasitas
telekomunikasi. Masalah ini terjadi karena pada tahun 1998 Amerika mengalami
resesi ekonomi sehingga permintaan terhadap infrastruktur internet berkurang
drastis. Hal ini berimbas pada pendapatan WorldCom yang menurun drastis
sehingga pendapatan ini jauh dari yang diharapkan.
Nilai pasar saham perusahaan
Worldcom turun dari sekitar 150 milyar dollar (januari 2000) menjadi hanya
sekitar $150 juta (1 juli 2002). Keadaan ini mebuatan pihak manajemen berusaha
melakukan praktek-praktek akuntansi untuk menghindari berita buruk tersebut.
Cara Manajemen WorldCom
menggelembungkan angka:
·
Biaya
jaringan yang telah dibayarkan pihak WorldCom kepada pihak ketiga
dipertanggungjawabkan dengan tidak benar. Dimana biaya jaringan yang seharusnya
dibebankan dalam laporan laba rugi, oleh perusahaan dibebankan ke rekening
modal.
·
Dana
cadangan untuk beberapa biaya operasional dinaikkan oleh perusahaan. Dengan
praktik ini, WorldCom berhasil memanipulasi keuntungannya sebesar $ 2 M.
Lalu Cynthia Cooper salah satu
auditor internal WorldCom merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan pelaporan
keuangan yang terjadi pada perusahaan. Pada masa-masa itu WorldCom menggunakan
jasa perusahaan Arthur Andersen sebagai auditor eksternal independen. Sedangkan
Arthur Andersen sendiri terlilit skandal Enron tidak lama yang lalu. Jadi bisa
dibilang kredibilitas perusahaan Arthur Andersen sendiri mulai dipertanyakan.
Dan pada bulan Mei 2002 Cynthia Cooper berhasil menemukan sebuah lubang pada
laporan keuangan perusahaan mereka.
Sumber :
http://riya-riyasetiyawati.blogspot.co.id/2013/11/pelanggaran-etika-profesi-akuntansi-dan.html
http://lhiyagemini.blogspot.co.id/2012/01/contoh-kasus-pelanggaran-etika-profesi.html https://vanezintania.wordpress.com/2013/01/15/5-kasus-pelanggaran-etika-profesi-akuntansi/
http://mangkok-garpu.blogspot.co.id/2015/09/kasus-pelanggaran-etika-profesi_97.html,
Kompas.com
http://nichonotes.blogspot.co.id/2015/01/contoh-kasus-etika-profesi-akuntansi.html http://praatiwii.blogspot.co.id/2014/11/contoh-kasus-etika-profesi-akuntansi.html http://lhiyagemini.blogspot.co.id/2012/01/contoh-kasus-pelanggaran-etika-profesi.html
http://nichonotes.blogspot.co.id/2015/01/contoh-kasus-etika-profesi-akuntansi.html http://praatiwii.blogspot.co.id/2014/11/contoh-kasus-etika-profesi-akuntansi.html http://lhiyagemini.blogspot.co.id/2012/01/contoh-kasus-pelanggaran-etika-profesi.html