ASAS- ASAS PERJANJIAN
Dalam membuat suatu perjanjian
tentunya kita juga harus memperhatikan asas-asas yang ada pada perjanjian
tersebut. Hukum Perjanjian Indonesia yaitu:
- Asas Konsensualisme (concensualism)
Asas Konsensualisme berarti kesepakatan
(consensus), yaitu pada dasarnya perjanjian sudah lahir sejak detik tercapainya
kata sepakat. Perjanjian telah mengikat begitu kata sepakat dinyatakan dan
diucapkan, sehingga sebenarnya tidak perlu lagi formalitas tertentu. Pengecualian
terhadap prinsip ini adalah dalam hal undang-undang memberikan syarat
formalitas tertentu terhadap suatu perjanjian. Misalkan syarat harus tertulis,
contohnya jual beli tanah merupakan kesepakatan yang harus dibuat secara
tertulis dengan akta otentik notaris. Pada mulanya suatu kesepakatan atau
perjanjian harus ditegaskan dengan sumpah. Namun pada abad ke 13 pandangan
tersebut telah dihapus oleh gereja. Kemudian terbentuklah paham bahwa dengan
adanya kata sepakat diantara para pihak suatu perjanjian sudah memiliki
kekuatan mengikat. Asas ini ditemukan dalam pasal 1320 KUH perdata yang
mensyaratkan adanya kesepakatan sebagai syarat sahnya suatu perjanjian. Meskipun
demikian, perlu diperhatikan bahwa
terhadap asas konsensualisme terdapat pengecualian. Yaitu dalam perjanjian riil
dan perjanjian formil yang mensyaratkan adanya penyerahan atau memnuhi bentuk
tertentu yang disyaratkan oleh undang undang.
- Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)
Setiap orang dapat secara bebas
membuat perjanjian selama memenuhi syarat sahnya perjanjian dan tidak melanggar
hukum, kesusilaan serta ketertiban umum. Menurut pasal 1338 ayat (1) KUH
perdata, “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya.” “semua perjanjian” berarti perjanjian apapun,
diantara siapapun. Tapi kebebasan itu tetap ada batasnya, yaitu selama kebebasan
itu tetap berada didalam batas-batas persyaratannya, serta tidak melanggar
hukum (undang-undang), kesusilaan (pornografi, pornoaksi) dan ketertiban umum
(misalnya perjanjian membuat provokasi kerusuhan).
Asas ini merupakan suatu asas
yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
a.
membuat atau tidak membuat perjanjian;
b.
mengadakan perjanjian dengan siapa pun;
c.
menentukan isis perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, serta
d.
menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.
- Asas Kepastian Hukum (pacta sunt servanda)
Asas kepastian hukum atau disebut
juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan
dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas
bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat
oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh
melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para
pihak. Jika terjadi sengketa dalam pelaksaan perjanjian, misalnya
salah satu pihak ingkar janji (wanprestasi), maka hakim dengan keputusannya
dapat memaksa agar pihak yang melanggar itu melaksanakan hak dan kewajibannya
sesuai perjanjian – bahkan hakim dapat memerintahkan
pihak yang lain membayar ganti rugi. Putusan pengadilan bahwa hak daan
kewajiban para pihak dalam perjanjian memiliki kepastian hukum- secara pasti
memiliki perlindungan hukum. Asas pacta sunt servanda dapat
disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPer.
Sumber :
http://www.jurnalhukum.com/asas-asas-perjanjian/
http://www.legalakses.com/asas-asas-perjanjian/
http://hukumindonesia-laylay.blogspot.com/2012/02/asas-asas-perjanjian.html